Tuesday, November 24, 2015

Pirografi Khusus Untuk GKP

Hallo Sahabat Pecinta Pirografi Indonesia, apa kabar?

Gereja Kristen Pasundan (GKP) berkantor pusat di Bandung. GKP bukan gereja kesukuan, tetapi gereja wilayah yang melayani jemaat yang tersebar di wilayah Jawa bagian Barat (Provinsi Jawa-Barat, DKI, dan Banten). Kalau dilihat sejarahnya secara singkat, GKP dirintis sejak tahun 1851, yaitu sejak didirikannya lembaga yang bernama Genootschap voor Inen Uitwendige Zending te Batavia (GIUZ) di Jakarta, oleh beberapa orang Eropa dan beberapa Lembaga Pekabaran Injil. Lembaga ini bekerjasama dengan berbagai lembaga Zendeling di Belanda, mengelola sekolah-sekolah dan pelayanan medis untuk masyarakat di Jawa bagian Barat. 

Tahun 1878 Seminari Theologia Depok didirikan (ini cikal-bakal dari STT Jakarta) oleh lembaga Nederlandsche Zendelings Vereeniging (NZV). Sekolah ini dimanfaatkan oleh NZV untuk mempersiapkan orang-orang pribumi untuk membantu dalam mengabarkan Injil.  Tahun 1879 Alkitab Perjanjian Baru terjemahan dalam bahasa Sunda diterbitkan. Tahun 1891 Alkitab lengkap dalam bahasa Sunda hasil terjemahan Zendeling S. Coolsma diterbitkan.

Tahun 1908 di Jawa Barat sudah berdiri 26 sekolah oleh NZV dengan jumlah murid 1.700 orang. Tahun 1910 Rumah Sakit Immanuel didirikan di Bandung, lalu menyusul Rumah-rumah Sakit di tempat lain seperti Cibadak dan Purwakarta untuk memberi pelayanan medis kepada masyarakat di Jawa bagian Barat.

Tahun 1915 sudah tercatat 24 Jemaat Kristen yang dilayani oleh NZV yang tersebar di Karesidenan Jawa Barat dengan jumlah anggota 2.956 jiwa. Tahun 1917 Tata Gereja yang diberi nama Atoeran Perkoempoelan Orang Kristen di Pasoendan disahkan dalam konperensi para Zendeling NZV di Jawa Barat. Tahun 1918 Pdt. Titus ditahbiskan menjadi pendeta pribumi pertama dalam rangka kegiatan NZV. Tahun 1932 Wilayah pelayanan NZV di Jawa bagian Barat sudah terdapat 5.497 orang Kristen Pribumi, keturunan China dan suku-suku lainnya.

Tanggal 14 November 1934 Gereja Kristen Pasundan menjadi gereja yang berdiri sendiri. Dr. N.A.C Slotemaker de Bruine, konsul Zending yang bertindak mewakili pimpinan NZV di negeri Belanda dalam suatu upacara di Gedung Gereja Jemaat Bandung membacakan piagam penyerahan sekaligus melantik RAD AGENG (Majelis Besar) sebagai badan pimpinan semua jemaat Kristen di Jawa Barat.

Tahun 1936 GKP yang pada waktu itu disebut de Christelijke kerk van West Java disahkan menjadi Gereja dengan status Badan Hukum. Jemaat-jemaat Pasundan merupakan jemaat campuran orang-orang Sunda, Cina dan suku-suku lainnya. Seiring dengan perkembangan jemaat asli Jawa Barat, orang-orang Tionghoa pun mulai tertarik kepada Injil dan bergabung menjadi jemaat Pasundan. Namun dengan perkembangan jemaat yang semakin pesat, dengan jumlah jemaat Tionghoa melebihi jumlah jemaat Pasundan, maka pada tahun 1938 jemaat Tionghoa mulai melepaskan diri dari keanggotaannya sebagai jemaat Pasundan dan mendirikan gereja Tionghoa. Dan berdiri Gereja Tionghoa Kie Tok Kauw Hwee (sekarang dikenal sebagai Gereja Kristen Indonesia/GKI- Jawa Barat). 

Tahun 1936 di Jawa Barat tercatat ada 36 Sekolah Dasar dengan jumlah murid: 3.866 orang, 14 Hollandsh Inlandsche School (HIS), 1 Hollandsch Chineese School, 1 Meer Uitgebreid Leger Onderwijs (MULO) dan 1 Sekolah Guru yang didirikan dan ada hubungannya dengan NZV.

Tahun 1942 Kepemimpinan GKP mulai dipegang sepenuhnya oleh orang-orang pribumi (Bumiputra) karena dalam masa pendudukan Jepang para Zendeling Belanda tidak lagi dapat melakukan kegiatannya. Pengurus Harian Rad Ageng saat itu, terdiri: Ketua Pdt. Aniroen, J.Elia sebagai Sekretaris, Martinus Abednego sebagai Bendahara dan Pdt. Kasdo Tjokrosiswondo sebagai anggota. Pada tahun ini pula NZV menyerahkan pekerjaan pelayanan dan semua harta milik seperti sekolah-sekolah dan rumah-rumah sakit kepada GKP.

Tahun 1945-1949 Pada masa transisi setelah Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia (RI), dalam keberadaan RI yang masih muda usia, terjadi pengacauan terhadap jemaat-jemaat GKP, antara lain di Cigelam, Gunung Putri dan Kampung Sawah. Banyak anggota jemaat yang terpaksa mengungsi atau pindah ke tempat-tempat lainnya.

Dalam masa itu, Pdt. J.v.d.Weg yang sudah dibebaskan dari Kamp tawanan tentara Jepang pergi kembali ke Juntikebon, dimana sebelum pendudukan tentara Jepang ia sudah bekerja disana. Setibanya di Juntikebon, beliau malah dibunuh oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Tahun 1946-1947 Kedudukan Pengurus Harian Darurat GKP dipindahkan ke Garut sehubungan dengan gencarnya pertempuran antara Pasukan RI dengan pasukan Belanda di Bandung yang menyebabkan pengungsian besar-besaran pada penduduk kota itu. 

Tahun 1951 NZV diintegrasikan ke dalam Nederlandse Hervormde Kerk (Gereja Hervormd Belanda). Sejak itu GKP berhubungan dengan NHK melalui Dewan Pekabaran Injil NHK di Oegstgeest, negeri Belanda. Pada pemberontakan DI/TII, beberapa jemaat GKP di pedesaan mengalami gangguan dan yang paling parah dialami oleh jemaat di Tamiyang, dimana Pdt. Usman Sarin ditembak mati oleh gerombolan pengacau.

Tahun 1959 GKP menjadi anggota Dewan gereja-gereja di Asia Timur (East Asian Christian Conference, yang dikemudian hari berubah menjadi Christian Conference of Asia). Pada tahun tersebut GKP tercatat ada: 32 Jemaat, dengan: 9.127 jiwa. Tahun 1961 GKP menjadi anggota Dewan gereja-gereja sedunia (World Council of Churches). Tahun 1967 GKP menjalin hubungan kerjasama dengan Presbyterian Church of New Zealand. Tahun 1968 GKP memulai hubungan kerjasama dengan Basel Mission, Swiss. Tahun 1970 GKP menjadi anggota Aliansi sedunia Gereja-gereja Reformasi (World Alliance of Reformed Churches - WARC).

Jadi secara resmi, GKP berdiri sejak tanggal 14 November 1934, yaitu jauh sebelum NKRI lahir dan pada pertengahan November 2015 GKP genap berusia 81 tahun dengan jumlah jemaat yang dilayani mencapai sekitar 30 ribu jiwa. Sedangkan GKP Jemaat-Depok berdiri pada tanggal 6 September 1953, atau sampai kini sudah berusia 62 tahun. Melayani lebih dari 800 jiwa.

Pendeta yang pernah melayani di GKP Jemaat Depok :
1. Pdt. Christian Elia (1954 – 1967)
2. Pdt. Rosi Yohandi (1967 – 1968)
3. Pdt. K. Suryanata (1968– 1974)
4. Pdt. Agustinus Atua (1974 – 1988)
5. Pdt. Sutarno, S.Th. (1989 – 1998)
6. Pdt. Lelly Frida Sundoro, S.Th, M.Pd (1999 – 2009)
7. Pdt. Supriatno, M.Th (2009 – 2010)
8. Pdt. Elsa Novita Tureay, S.Si. ( 2010 – Sekarang)

Sebagai persembahan untuk perjalanan panjang GKP pada umumnya yang sudah berusia 81 tahun, dan GKP-Depok secara khusus yang sudah berusia 62 tahun; dengan tema dan rujukan yang terambil dari kitab:
- Yohanes 21:16: "Gembalakanlah domba-dombaKu";
- 1 Petrus 5 : 2: "Gembalakanlah kawanan domba Allah yang ada padamu, jangan dengan paksa tetapi dengan sukarela sesuai dengan kehendak Allah, dan jangan karena mau mencari keuntungan tetapi dengan pengabdian";
Maka pada akhir November 2015 Anjani Gallery telah mempersembahkan produk pirografi yang ke-81 seperti terlihat di bawah ini untuk ulang-tahun GKP yang ke-81. 

Pada lukisan bagian KIRI terdapat gambar 2 pohon kelapa, 2 gunung yang di depannya terdapat areal persawahan. Ini adalah gambaran dari Logo-GKP secara umum.  Sedangkan pada lukisan bagian KANAN terdapat gambar bangunan gereja adalah model gedung GKP-Jemaat Depok yang terdapat di Jalan Stasiun, Depok-Lama.

Salam Pirografi Indonesia !!!
Anjani Gallery/Nov-2015

Referensi:
http://el-saydie.blogspot.co.id/2011/02/gereja-kristen-pasundan-gkp.html
http://gkpdepok.info/selayang-pandang-gkp-jemaat-depok/
https://id.wikipedia.org/wiki/Gereja_Kristen_Pasundan
http://st291735.sitekno.com/page/36694/penutupan-gereja.html
http://www.in-christ.net/links/gkp-gereja-kristen-pasundan
https://www.facebook.com/pages/GKP-Jemaat-Depok/499178706818447

Monday, November 23, 2015

Monday, November 9, 2015

Pirografi Ibnu Sina


"Sketsa Ibnu Sina", plywood 9 mm, size: 30 x 33 cm

"Sketsa Ibnu SIna", plywood 9 mm, size:30 x 33 cm.

Friday, November 6, 2015

Anjani Birthday


"Sweet-17th of Anjani", plywood 9 mm, size: 33x 47 cm (NOT FOR SALE)


"Sweet-17th of Anjani", plywood 9 mm, size: 33x47 cm (NOT FOR SALE)

Salam Pirografi !!!
Anjani Gallery/Nov-2015

Sunday, October 18, 2015

Penari Legong (Bali)


Penari Legong
"Tari Legong", plywood 9mm, size: 47 x 60 cm (tampak samping)
Legong, adalah sekelompok jenis tarian klasik asal Bali yang memiliki kekayaan gerak yang sangat kompleks, dimana gerak itu sangat terikat dengan struktur tabuh gamelan yang mengiringinya. Sebutan Legong berasal dari kata "Leg" yang artinya gerak tari yang luwes dan lentur, dan "Gong" yang artinya gamelan (alat musik tradisional). Jadi "Legong" artinya gerak tari yang terikat (terutama tekanan atau aksentuasinya) oleh gamelan yang mengiringinya. Umumnya, Penari Legong ini selalu dilengkapi dengan Kipas sebagai alat bantu, ditarikan lebih dari 1 orang. Tari Legong dikembangkan di kraton-kraton Bali pada abad-19 dan tarian ini diciptakan pada masa pemerintahan raja Sukawati bernama I Dewa Agung Made Karna (1775-1825 M). Seorang guru legong dari desa Saba bernama I Gusti Gede Raka menuturkan bahwa legong telah ada di desanya sejak tahun 1811-M. Sampai saat ini ada sekitar 18 jenis tari legong yang dikembangkan di Bali, seperti di Gianyar, Badung, Denpasar, dan Tabanan. Lakon yang biasanya dipakai sebagai dasar tarian legong, biasanya bersumber pada cerita:
1. Kisah Prabu Lasem.
2. Kisah Subali dan Sugriwa.
3. Kisah Legod Bawa.
4. Kisah Burung Kuntul/Bangau.
5. Kisah Calonarang.
6. Kisah Palayon.
7. Kisah Chandrakanta, dan lain-lain.

Untuk informasi lebih jauh, isa di-akses ke: https://id.wikipedia.org/wiki/Legong
Sebagai contoh gambaran visual seperti apa tari legong itu, bisa diikuti video youtube (durasi kurang dari 3 menit) berikut ini, yaitu Tari Legong-Kuntul:



Sedangkan ekspresi guratan solder pada kayu (plywood) yang terbakar sebagai berikut:


Salam Pirografi,
Anjani Gallery

Monday, October 12, 2015

Daniel Di Sarang Singa

Latar Cerita


Kisahnya, adalah seorang bernama Daniel yang hidup abad ke-6 SM di jaman Babilonia pada masa pemerintahan Raja Darius yang orang Media. Daniel adalah satu dari tiga pejabat tinggi kerajaan, dia pejabat raja yang sangat disegani. Oleh karena kesuksesannya, para pejabat kerajaan yang non-Yahudi sangat cemburu terhadap kinerja Daniel dan mereka bersekongkol mencari akal untuk menjatuhkan atau menyingkirkan Daniel.

Upaya mereka berhasil membujuk dan menjebak Raja Darius agar raja mau menerbitkan fatwa (dekrit) tentang larangan sembahyang selama 30 hari kepada Allah apa pun kecuali hanya kepada raja saja. Bagi siapa pun yang ketahuan melanggar fatwa itu, dia harus dihukum dengan dijebloskan ke goa singa.



Dari pengintaian para pejabat raja yang dengki itu, ketahuan bahwa Daniel setiap hari tetap sembahyang kepada Allahnya, walaupun fatwa raja sudah melarangnya. Akhirnya Daniel dilaporkan ke raja dan hukuman harus konsisten dijatuhkan kepadanya. Walaupun Daniel seorang pejabat/pembesar kerajaan sekalipun, hukuman harus berjalan. Meskipun Raja Darius sebenarnya sangat menyesal atas kasus ini, tapi raja tidak mungkin membatalkan fatwanya. Daniel harus tetap menjalani hukuman dimasukkan ke penjara atau tepatnya sebuah goa yang berisi singa-singa lapar. 


Karena keyakinan Daniel kepada Allahnya, walaupun dia berada di sarang singa, Daniel terbebas dari terkaman singa-singa lapar tersebut. Allah telah mengutus malaikatNya untuk mengatupkan rahang-rahang singa agar tidak memakan Daniel. Akhirnya Daniel pun dikeluarkan kembali dari sarang singa, dan sejak peristiwa itu diketahui, raja pun menulis fatwa baru agar semua penduduk mulai saat itu takut dan percaya kepada Allah yang disembah Daniel. (Sumber cerita: Kitab Perjanjian Lama, Daniel 6:1-29)

Pelajaran yang diperoleh: Allah yang Daniel sembah  terbukti berkuasa atas hidup Daniel, sehingga orang lain akhirnya percaya kepada Allah yang Daniel sembah.  Jadi, adalah keliru kalau kita berlagak sok jagoan untuk membuktikan bahwa diri kita berkuasa terhadap hidup orang lain supaya orang lain mau menyembah kepada Allah yang kita sembah.  


Lukisan “Daniel In Lion’s Den” (Dalam Berbagai Versi)


Dalam Wikipedia (https://en.wikipedia.org/wiki/Daniel_in_the_lions%27_den) ada lukisan dalam 2 versi, yaitu Daniel dilukiskan masih berusia muda (dilukis oleh Peter Paul Rubens, 1615) dan Daniel digambarkan dalam usia tua (dilukis oleh Briton Riviere, 1890).  

Menurut James Montgomerry dan juga ditegaskan dalam Wikipedia, perkiraan umur Daniel waktu itu adalah di atas 80 tahun, atau sudah tergolong usia tua. 

Sebenarnya ada banyak versi lukisan yang bertema Daniel di sarang singa dan versi-versi itu tergantung dari latar-belakang dan preferensi senimannya dalam menafsirkan latar ceritanya. Ada yang versi Daniel muda vs. Daniel tua, ada versi lukisan menampakkan malaikat, ada yang tanpa malaikat, ada yang menggambar sarang singa (lion's den) berupa goa berdinding batu alamiah, ada juga yang berdinding batu tertata bikinan manusia disertai jeruji besi, ada yang menggambarkan lobang/pintu di bagian atas goa, tapi ada juga yang menggambarkan lobang/pintu di samping, ada versi pakaian Yahudi, ada yang versi Mesir, ada yang versi Arab, ada yang versi pejabat kerajaan, dan lain-lain versi. 

Pirografi Daniel Di Sarang Singa Versi Anjani-Gallery

“Daniel Di Sarang Singa”, 60x94 cm (not for sale)

Pirografi "Daniel Di Sarang Singa" Dilihat Dari Samping

Sunday, October 11, 2015

Video Proses Melukis Potret

Kali ini kita akan membahas proses dalam melukis foto atau potret wajah. Beberapa hal yang harus disiapkan dalam melukis potret wajah seseorang adalah sebagai berikut:

1. Sediakan print-out foto/potret wajah yang akan dilukis. Disarankan potret tersebut mesti yang cukup jelas atau tajam, atau memiliki resolusi byte yang tinggi.


Gambar-1: Lukisan Potret dan Foto Sumber Idenya
2. Berdasarkan print-out foto aslinya, lalu dibuatlah sketsa atau desain/mal/pola dalam media lukis (kayu atau plywood). Sketsa atau draft dibuat secara manual dengan menggunakan pensil, atau jika ukuran lukisan tidak terlalu besar dan muat selebar kertas printer, desain bisa di-blat dengan kertas karbon dari print-out foto, atau print-out bisa disetrika pada kayu untuk memindahkan desain/mal. Silahkan dibaca bagaimana teknik meng-copy desain ke media kayu pada artikel sebelumnya di blog ini.

3. Desain atau mal yang dibuat dengan pensil tersebut sebaiknya cukup berupa garis besarnya (outline drawing) dan tidak perlu diarsir sepenuhnya seperti gambar aslinya, karena terlalu banyak coretan desain pada media kayu akan membuat media kotor dan membekas. Kita paham bahwa untuk detail lukisan akan dilakukan dengan solder/alat bakar. Gambar-1 adalah salah satu contoh lukisan potret dan foto original sebagai sumber ide lukisan, yang dibuat Anjani Gallery. Tampilan lukisan potret bisa persis sama sesuai dengan setting foto aslinya, tapi juga bisa dikreasi tertentu sesuai yang diinginkan si pelukisnya.

4. Selanjutnya mulailah melukis garis besar obyek lukisan dulu (Outline Drawing) dengan memakai solder/alat-bakar. Torehan outline-drawing ini sebaiknya tidak perlu dilakukan dengan garis-garis yang tebal, cukup dengan tipis-tipis saja, yang penting proporsi obyek dan batas-batas yang akan dilukis sudah kelihatan di kayu/plywood. 

5. Setelah itu baru dilanjut dengan Shading, yaitu memoles atau mengarsir bagian-bagian yang perlu dipertegas dengan mempertimbangkan aspek Cahaya dan Bayangan.

Berikut ini 7 video pilihan dari youtube tentang proses melukis foto atau potret wajah yang bisa kita pelajari bersama. 



Jean Bouick melukis Gadis Kecil Naik Sepeda, dengan sketsa desain garis besar:

Katy Perry melukis Potret Cewek dengan sketsa semi penuh:


King Willem Alexander, melukis mata potret lelaki, dimulai dengan garis besar yang tipis dan dilanjut dengan penegasan atau penebalan bagian-bagian tertentu:


Jean Bouick melukis foto Chuno (Slave Hunter) dengan sketsa garis besar:


Juan Carlos Gonzalez melukis rambut cewek, dengan sangat detail dan hati-hati sekali:


 Minisa Robinson melukis Potret Diri, dimulai dari arsiran tipis garis besarnya, lalu dipertebal atau dipertegas setelah batas-batas obyeknya jelas. Latar belakang foto yang gelap bisa membantu menonjolkan obyek lukisan yang nampak cerah: 


Brian Molko melukis foto wajah dengan memakai teknik Pointilis, yaitu berupa titik-titik hitam yang intensitas kerapatannya diatur sedemikian rupa. Teknik ini sebenarnya sangat cocok dipakai untuk  pirografi yang hanya mengandalkan alat berupa Solder listrik biasa atau pirografi dengan sumber panas dari matahari, dimana sangat terbatas dalam melakukan shading secara sempurna:


Salam Pirografi !!!
Anjani Gallery/Okt-2015.

Tuesday, October 6, 2015

Temptation of Christ


Suatu lukisan pirografi berjudul: “Temptation of Christ” digarap oleh Anjani Gallery di awal Oktober ini diilhami oleh lukisan karya Vasily Ivanovich Surikov tahun 1872. Surikov merupakan pelukis sejarah terbaik di jamannya, yang lahir di Krasnoyarsk, Siberia, Rusia tahun 1848. Selain sebagai pelukis sejarah terbaik, karyanya juga banyak berupa lukisan potret, dan dia merupakan “outstanding master” dalam hal komposisi dan pewarnaan.

Saat ini foto-foto dirinya banyak menghiasi museum-museum seni terbaik di sekitar Rusia, Belarus, dan Ukraina, serta beberapa museum lainnya.


Untuk mengenal lebih jauh terhadap Surikov, bisa akses ke link berikut https://en.wikipedia.org/wiki/Vasily_Surikov 


"Temptation of Christ", plywood 9 mm, ukuran 34 x 45 cm (SOLD)

Salam Pirografi !!!

Anjani Gallery/Okt-2015.

Thursday, October 1, 2015

BER-PIROGRAFI ITU MUDAH

Salam Pirografi...

Galeri kami mendapat beberapa pertanyaan terkait dengan masalah kemampuan seseorang dalam menggambar. Bagaimana jika kita mau mulai ber-pirografi kalau kita tidak punya kemampuan sama sekali dalam menggambar? Benarkah tidak bisa menggambar itu masalah besar untuk memulai berpirografi?Sebenarnya untuk memulai pirografi, itu sangat mudah, tinggal ada kemauan belajar atau tidak. 
Draft gambar Ikan Imajiner (tanpa desain, mengikuti alur natural)

Berpirografi, bahkan lebih mudah dibanding melukis dengan cat-air, cat-minyak, atau cat-acrylic. Lebih mudah juga daripada saat mulai menggambar. Jadi kalau Anda sama-sekali tidak bisa menggambar, jangan khawatir (bahasa anak gaul sekarang: Jangan Galau). Kenapa? Karena dalam dunia seni saat ini sudah banyak desain, mal, pola (pattern) yang tersedia. Jadi bagi pemula yang memang sama sekali tidak bisa menggambar, akan sangat tertolong dengan pola/pattern tersebut. Jangan malu untuk membuat pola, pattern, desain, mal. Karena, seorang yang sudah master pirografi pun tetap butuh mal/desain/pattern sebelum memulai pirografinya. Hanya bedanya, si master bisa berkreasi lebih jauh dalam desain, sedangkan pemula (untuk sementara) hanya perlu patuh mengikuti desain/pattern yang sudah tersedia. Jadi untuk pembelajar awal, mohon bebaskan dulu keinginan untuk berinovasi, tapi cukup ikuti dulu desain atau draft/mal yang sudah difoto-copy.
Pirografi Ikan Imajiner, 65x65 cm

Jadi, untuk mulai proyek pirografi, Anda cukup menjalankan 6 langkah saja, dan selanjutnya Anda sudah bisa menjadi pyrographer pemula. Ikuti 6 langkah praktis berikut ini.

1. Beli Alat Solder (Pena pirografi yang biasa dulu saja).  
Solder listrik biasa ini banyak dijual di toko-toko elektronik atau toko bangunan. Alat khusus (wood burning tool) yang memang untuk seni pirografi untuk sementara belum kita perlukan, karena namanya kita masih sekedar coba-coba atau sebagai pemula (beginner). Harga solder listrik biasa termurah tidak lebih dari Rp.20.000 (tanpa merk juga tidak apa-apa), bisa juga yang harganya sampai ratusan ribu. Pilihlah solder yang paling murah dulu untuk memulainya, nanti kalau sudah kecanduan dan ingin berkembang lebih jauh, baru beli wood burning tool yang harganya ratusan ribu sampai jutaan.

2. Beli  Plywood dan Amplas Secukupnya.
Beli plywood, atau orang awam menyebutnya Triplek. Triplek itu berasal dari kata Three + Ply atau 3 lapisan, atau plywood untuk ketebalan yang paling bawah, tebalnya sekitar 3 – 5 mm), belum perlu beli yang Multi+Ply (lebih dari 3 lapisan), atau plywood yang  tebalnya bisa di atas 8 mm.

Tidak perlu beli lembaran besar atau lebar, atau beli triplek utuh yang ukuran 122 x 244 cm (kecuali mau dipakai untuk stock). Cukup beli eceran saja, potongan lembaran ukuran kecil-kecil, misalnya 20 x 30 cm, atau 30 x 40 cm. Harganya tidak lebih dari Rp.10.000,-/lembar.

Belilah triplek yang permukaan rata, serat kayunya kelihatan rata, warna permukaan kayu putih/terang.
Untuk menghaluskan permukaan triplek, perlu beli amplas halus, eceran sekitar Rp.5000,- 


3. Cari dan Download Desain Gambar (Ini disarankan bagi pemula yang memang tidak bisa menggambar sama sekali)
Sebagai contoh, misalnya gambar bunga ini bisa dipakai sebagai desain gambar Anda untuk mulai ber-pirografi. Jika Anda ingin desain gambar yang lainnya, link address berikut ini banyak berisi pola atau pattern gambar yang bisa dipilih untuk di-download, dan dipakai untuk Anda memulai ber-pirografi selanjutnya. Hanya kami perlu menegaskan, mohon diperhatikan hak copy dari gambar tertentu apabila hendak memakai gambar dari download sumber tertentu.

4. Cetaklah (print, atau foto copy) desain gambar di atas pada kertas HVS atau kertas stiker.

5. Pindahkan desain gambar dari kertas ke Triplek
Ada 2 cara: (1). Desain di kertas stiker ditempelkan di triplek lalu diseterika; atau (2). Jika gambar tadi dicopy di kertas biasa, desain kertas ditempelkan di triplek lalu antara kertas dan triplek disisipi kertas karbon dan desain gambar “di-blat” dengan pensil. Sebagai catatan, ingat bahwa bekas mal karbon biasanya susah dihapus di triplek, oleh karena itu, membikin blat-nya jangan terlalu tebal, cukup tipis-tipis saja, yang terpenting sudah bisa nampak draft gambar di triplek.

Video youtube yang berisi panduan bagaimana menyeterika desain gambar ke kayu.

Video youtube berisi panduan bagaimana “nge-blat” desain gambar dengan kertas karbon.

6. Mulailah membakar atau mempirografi triplek mengikuti desain gambar dengan solder.

Mulailah menggambar outline (garis besar atau batas-batas besaran sesuai desain gambar). Setelah selesai seluruh outline (jika Anda cukup terlatih selanjutnya), lalu lanjutkan dengan menambahkan “Shading” (bayangan) yaitu teknik coretan atau polesan yang memberi image gambar lebih real.

Dalam hal membuat shading, caranya adalah dengan memperhatikan aspek Cahaya (ada area gambar yang harus terang dan ada yang harus gelap tergantung sinar dtangnya dari arah mana), dan efek dari cahaya adalah berupa Bayangan. Anggap saja misalnya cahaya datang dari sebelah kiri contoh gambar bunga di atas, maka pada area gambar bunga sebelah kiri harus lebih terang dan area sebelah kanan harus lebih gelap, lalu di sebelah kanan harus ada arsiran yang lebih gelap sebagai bayangan dari bunga. Dengan menyelesaikan langkah 6 ini, jadi deh gambarnya. 

Sekedar sebagai catatan untuk keamanan dan keselamatan dalam menggambar dengan solder, disarankan Anda memakai kaos tangan (pakai saja yang termurah hanya Rp.10.000-) agar terhindar dari panas uap/asap, dan jangan lupa pakai masker penutup muka (paling Rp.2.000,-) untuk penyaring asap/uap agar tidak terhirup Anda.
Draft awal pirografi Tari Legong (mencontoh model)

Jika gambarnya sudah selesai, Anda bisa meng-amplas kembali agar hasilnya lebih halus atau tanpa diamplas sama sekali. Jika diinginkan, Anda juga bisa menambahkan warna tertentu dengan stabilo, cat-air, atau cat acrylic, atau pewarna lainnya. Anda juga bisa melapisi gambar dengan vernis agar mengkilap dan terlindung, atau dibiarkan saja agar terkesan natural. Anda bisa juga mem-bingkai gambar atau cukup pakai stand-holder saja.
Pirografi Tari Legong, 50x60 cm (Latar & ornamen improvisasi)

Dari langkah 1 sampai 6, hanya dengan modal uang kurang dari Rp.50.000,- Anda sudah bisa membuat lukisan pirografi. Lakukanlah berulang-ulang sebagai latihan dan mengembangkan-diri dengan mempelajari karya-karya orang lain. Jangan takut untuk mencoba hal-hal yang baru (ber-eksperimen), dalam menggambar/melukis tidak ada istilah tabu salah.

Percayalah bahwa tidak ada satu pun seniman di dunia ini yang begitu lahir langsung menjadi seniman. Untuk “menjadi” (to be) professional, tidak ada istilah "tiba-tiba" (ujug-ujug/suddently). Semua hal ada prosesnya, tidak ada istilah "Mak Jegagik" jadi ahli (istilah Jawa). Orang seringkali tidak melihat proses, seringkali proses pembentukan (to being) biasanya sangat jarang disaksikan atau ter-ekspos oleh publik. Publik tahunya hanya “Ayam-Goreng” si Anu itu enak dan laris. Publik tidak pernah tahu bagaimana mereka mulai memilih ayamnya, cara memotong, menguji-coba bumbunya dan pengolahannya di dapur, dan itu pun tidak sedikit terjadi gagal dan dicoba lagi, sampai suatu saat secara bertahap banyak orang mencicip berkata bahwa ayam-goreng itu memang enak. 

Salam Pirografi !!!
WN/Anjani Gallery/Okt-2015.

Solar-Pyrography

Hallo sahabat galeri, apa kabar di awal Oktober ini? Walaupun di beberapa daerah sudah mulai sekali dua kali turun hujan, namun panasnya matahari masih tetap terasa di sana-sini. Tidak sedikit orang di sekitar kita yang mengeluh atau mengumpat pada saat di siang hari bolong terbakar oleh terik panasnya matahari. Pada waktu tertentu kita juga sadar, bahwa matahari adalah berkat, demikian juga hujan. Yang diperlukan manusia sebenarnya adalah hidup dalam keseimbangan.
Umpatan dan keluhan terhadap kabut-asap yang belakangan ini terjadi misalnya, adalah contoh dampak dari kehidupan manusia yang tidak-seimbang (dalam bahasa umumnya manusia sedang tidak harmonis dengan alam). 

Baiklah, sahabat, di tengah-tengah stres yang dihadapi saudara-saudara kita yang sedang bergumul dengan kabut-asap, yang di sana-sini bergumul dengan sumber air yang sudah menipis, yang bergumul tentang pembangunan sumber enerji berkelanjutan, strategi mengatasi "Climate Change", air bersih, dan beberapa target dan indikator dari SDGs (Sustainable Development Goals) yang tanggal 25 - 27 September 2015 lalu diperbincangkan banyak utusan negara di PBB, Anjani Gallery kali ini akan menyinggung soal matahari sebagai sumber enerji dalam berkarya seni pirografi.


Suatu fenomena yang menarik untuk disimak sejenak tentang seni pirografi yang menggunakan enerji matahari. Di provinsi Mountain, Filipina,adalah seorang seniman pirografi bernama Jordan Mang-osan (yang jelas dia bukan saudaranya Mang Ibing dari Sunda). Jordan Mang-osan menggeluti seni pirografi ini sejak umur 19 tahun, dia biasanya memakai bahan-bahan lokal dan menggunakan kaca pembesar (kaca-fokus) untuk mendapatkan sumber panas dari matahari, atau untuk gampangnya, sebut saja Solar-Pyrography. Topik ini sudah pernah disinggung dalam tulisan sebelumnya di blog ini tentang: “Mengenal Seni Pirografi". Lihat juga: http://www.visualnews.com/2014/10/07/painting-sun-solar-pyrography-drawings-jordan-mang-osan/

Mang-osan dan karyanya
Dalam beberapa tahun terakhir, bahkan sampai saat ini, paling tidak dari pantauan di media-sosial, seringkali didengar keluhan tentang listrik padam, PLN mati, PLN ngadat, PLN itu Perusahaan Lilin Negara, dan lain-lain keluhan yang maksud sebenarnya adalah tidak tersedia aliran listrik (sementara waktu). Dan sepertinya sudah bukan hal yang aneh lagi terdengar di negeri ini. Sementara di sisi lain, untuk melakukan aktivitas pirografi di saat ini jelas tergantung pada aliran listrik, karena perlu sejumlah Watt untuk memanaskan alat pirografi atau solder. Beberapa wilayah tertentu di pelosok pedesaan di Indonesia bahkan masih banyak yang belum tersentuh oleh aliran listrik sama sekali. Tentu situasi tanpa aliran listrik ini akan sangat mengganggu aktivitas dalam pengerjaan pirografi. Untuk itu, agar tetap bisa berkarya seni, Solar-Pyrography bisa memberi solusi ini. Solar-Pyrography selain lebih hemat (tanpa biaya listrik), juga bisa dikerjakan dimana pun kita berada, tanpa tergantung pada keberadaan aliran listrik (tentu hanya bisa dilakukan di siang hari). Anak-anak atau para insan yang tinggal di ujung kampung dan pelosok negeri dan dengan bahan-bahan kayu lokal pun tetap bisa berkarya seni pirografi.

Beberapa contoh video lainnya bisa diakses di link berikut ini:

https://www.youtube.com/watch?v=_Bo2JcSYOW4
Contoh gambar Burung Hantu sederhana.

https://www.youtube.com/watch?v=Fd5I-SU84L0
Contoh gambar Ikan Duyung dikombinasi dengan materi tambahan berupa kulit kerang sebagai seni tradisional.

https://www.youtube.com/watch?v=lYN57-L5ay0
Contoh karya Atabey seni tradisional tentang Taino mythology dari Caribbean.

https://www.youtube.com/watch?v=jyY5ON_td2I
Contoh gambar monster udang dari Jake Duncan, San Diego)

Hal yang perlu dicermati dari beberapa contoh karya seni solar-pyrography di atas adalah mengenai teknis Shading (gradasi polesan untuk memberikan image bayangan dan sinar) dan Detailing (goresan atau coretan pada lukisan yang rinci dan tegas terhadap suatu obyek tertentu). Secara teoritis, ketika kita bicara soal Carving (umumnya dipahami sebagai memahat/mengukir) kita bicara tentang tekstur kayu dan kontur obyek, bicara soal Painting (umumnya dipahami sebagai melukis), kita bicara soal keahlian dalam pencampuran warna (color mixing), bica soal Drawing (umumnya dipahani sebagai menggambar), kita bicara soal outlining atau arsiran garis-garis. Untuk seni pirografi, bisa mencakup ketiganya (carving, painting, drawing), dan secara khusus pada pirografi lebih menonjol unsur Shading dan Detailing. 

"Kepala Kuda" karya Julie Bender
Hal yang membuat "hidup" dari suatu karya seni pirografi adalah karena adanya shading dan detailing. Teknik shading bisa memainkan warna kayu, yaitu: putih (warna dasar kayu), krem atau coklat muda, coklat-tua, dan hitam (obyek terbakar sepenuhnya). Sementara untuk solar pyrography akan lebih mengalami kesulitan untuk memainkan warna atau mempraktekkan teknik shading. Yang kebanyakan terlihat adalah permainan "blocking-area", hitam dan tidak ada gradasi antara putih dan hitam, atau bahkan hanya sekedar outlining (garis-garis hitam saja). Teknik detailing juga akan mengalami kesulitan karena getar tangan dalam memfokuskan kaca pembesar cenderung akan kurang akurat ke obyek. Untuk mengatasi detailing ini, memang sangat mutlak diperlukan desain/mal yang detail/rinci, yang mana garis-garis pada desain bisa memandu kita secara perlahan dan hati-hati dalam proses pemanasan. Gambar kepala kuda karya Julie Bender adalah contoh pirografi dengan teknik shading dan detailing yang sangat bagus, oleh karena itu tidak heran kalau karya-karya Julie Bender bisa mencapai harga,4.000 Poundsterling (atau sekitar Rp.89 juta) per lembarnya walaupun ukurannya tidak besar. Lebih lengkapnya ulasan karya dia bisa dilihat di:  http://www.dailymail.co.uk/news/article-2106657/Wood-believe-The-stunning-artwork-created-burned-layers-maple.html 

"Little Anjani"
Lalu bagaimana caranya agar solar-pyrography bisa terkoreksi kualitasnya, secara khusus untuk memainkan teknik shading? Untuk melakukan polesan atau usapan yang bisa menggambarkan gradasi warna (gelap-terang), jelas sedikit kemungkinan di solar-pyrography. Satu-satu teknik yang bisa digunakan adalah dengan memainkan teknik "Pointing", yaitu membuat titik-titik tertentu, dimana besar dan kecilnya titik, serta kerapatan titik diatur sedemikian rupa untuk menggantikan image gradasi atau memanipulasi teknik shading. Gambar "Little Anjani" yang ada di Anjani Gallery, terutama jika kita amati pada bagian wajah, adalah contoh penggunaan teknik "Pointing". Gambar ini memang dibuat tidak menggunakan sumber-panas matahari, tapi menggunakan solder listrik biasa, dimana alat solder biasa ini hanya bisa dipakai untuk membuat titik (point) dan garis (line). Dengan teknik pointing ini, gradasi antara gelap dan terang masih bisa kita mainkan walaupun kita menggunakan solar pyrography. 

Demikian sharing singkat dari galeri tentang solar-pyrography dan beberapa tips untuk mengatasi kelemahannya. Semoga ini bermanfaat bagi kita semua.

Salam Pirografi !!!
Anjani Gallery/Okt-2015.

Tuesday, September 29, 2015

PIROGRAFI SEBAGAI TERAPI PSIKIS

Pengantar

Pirografi karya Anjani Gallery "Javanese Blade"

(1). Kalau saat ini Anjani Gallery mengangkat tema bahasan tentang pirografi dihubungkan dengan psikologi, sepertinya akan ada banyak rasa penasaran dari teman-teman pembaca. “Sensasi apa yang akan dibahas galeri lukisan-bakar ini ?” demikian kira-kira ungkapan rasa penasaran yang muncul. 
Apa hubungannya Pirografi dengan Psikologi? Jawaban yang paling sederhana adalah Pirografi dan Psikologi itu sama-sama berhuruf awal “P”, dan hubungan antara keduanya "baik-baik saja”.

(2). Dalam dunia psikologi dikenal istilah Terapi Okupasi (occupational therapy), yaitu pengkajian dan pengobatan untuk mengembangkan, memulihkan, atau mempertahankan hidup dan ketrampilan kerja sehari-hari kepada seseorang yang mengalami gangguan fisik, mental, atau kognitif. Petugas Terapi Okupasi juga akan fokus pada mengidentifikasi dan menghilangkan hal-hal yang menghalangi kebebasan dan partisipasi seseorang dalam kegiatan sehari-hari. Terapi okupasi bisa menggunakan berbagai cara, salah satu cara yang dipakai adalah terapi seni. Maksudnya adalah terapi psikologis yang menggunakan media seni. Seni di sini bisa dalam arti luas, bisa seni musik, seni rupa (termasuk seni lukis, menggambar, seni patung, dll), seni sastra, seni tari, dll.
Seniman pokerwork jaman dulu sedang berkumpul

(3). Pirografi, yang arti lugasnya "menulis dengan api", atau sebutan jaman dulu adalah “pokerwork”, dikenal luas pada abad 17 dan bahkan sebenarnya sudah dikenal sebagai bagian dari Seni Tua dalam painting, drawing dan carving sejak jaman Mesir-Kuno (tahun 660 SM). Di jaman Fir'aun, pirografi selain dikenal sebagai bentuk seni, orang-orang Mesir kuno memakai media pembakaran kayu (wood-burning) kegiatan membakar kayu untuk menghasilkan asap dan wangi-wangian dipercaya sebagai cara untuk penyembuhan orang-orang dengan penyakit tertentu. Oleh karena di sini pirografi dikenal bentuk kegiatan Seni Tua, maka dengan sendirinya pirografi menjadi bagian dari psikologis untuk Terapi-Seni.

(4). Harus diakui, tulisan dalam blog ini memang bukan dirancang untuk mengunggah Jurnal Ilmiah (Scientific Journal), dan bukan pula untuk bicara mendalam tentang aspek psikologi. Blog ini dirancang sebagai media berbagi informasi, pengalaman pembelajaran, dan berbagi karya seni pirografi. Dengan demikian, apa yang ditulis berikut ini hanyalah sebagai informasi selintas yang terkait dengan dan terpusat sekitar pirografi, dan bukan untuk dikritisi dari perspektif dan ranah psikologis secara ilmiah.

Pentingnya Terapi Seni

(5). Dalam psikologi, untuk melakukan pengkajian (assessment) dan penyembuhan (healing) bagi orang-orang yang sedang “terganggu” (gangguan fisik dan terutama mental), salah satu caranya adalah dengan menggunakan Seni (maksudnya "Seni sebagai Terapi"), yaitu proses kreatif yang dapat membantu orang untuk meningkatkan wawasan, mengatasi stress, bekerja melalui pengalaman traumatis, meningkatkan kognitif, memori dan kemampuan neuro-sensorik, meningkatkan hubungan interpersonal dan mencapai lebih besar untuk pemenuhan diri (atau awam mengenalnya sebagai aktualisasi diri). Tujuan dari terapi seni pada dasarnya adalah penyembuhan terhadap si “terganggu” tadi. Dalam terapi seni, gambar dunia batin si “terganggu”, yaitu suasana kebatinan, perasaan, pikiran, dan ide-idenya adalah hal yang paling utama dan penting yang didapat dari pengalaman hidupnya. Gambar dunia batin si "terganggu" ini perlu dianalisa oleh petugas terapis dan selanjutnya dikembangkan pendekatan & cara-cara untuk penyembuhan terhadap kondisi psikis si "terganggu".

(6). Dalam suatu diskusi Indonesian Street Art Database beberapa waktu lalu, beberapa narasumber menjelaskan bahwa terapi seni dapat mengubah keadaan diri seseorang dari kurang baik (dalam arti kondisi psikisnya) menjadi lebih baik. Seperti misalnya Seni Grafiti (street art, mural) untuk mencurahkan isi hati mampu menjadi kegiatan self healing (penyembuhan diri). Hanya sayangnya sangat sedikit pusat-pusat pendidikan psikologi yang memasukkan terapi seni untuk orang-orang dengan disabilitas atau “terganggu”. Program pemerintah saat ini juga masih sangat minim dalam pengembangan terapi seni. Minimnya pengembangan terapi seni dapat dilihat dari agenda pemerintah yang kurang sensitif terhadap fungsi seni. Pemerintah nampaknya lebih mengutamakan pengembangan kognitif dan religi daripada seni.

(7). Secara umum, seni mengutamakan unsur keindahan dan afeksi dalam mengasihi dunia di sekitar kehidupan. Seni menjembatani hubungan harmonis antara dunia batin manusia dengan dunia luar di sekitarnya. Pengabaian terhadap seni bisa berdampak de-humanisasi dan bahkan de-naturalisasi, yaitu makin merendahkan martabat kemanusiaan dan penghancuran alam. Kasus kabut asap yang berkepanjangan di Sumatera dan Kalimantan, dan selalu terulang dari tahun ke tahun bisa jadi hasil dari pengabaian terhadap fungsi seni dalam menjembatani dunia batin dan dunia luar di zaman Anthropocene. 

Beberapa referensi tentang Anthropocene bisa diikuti di sini:
https://en.wikipedia.org/wiki/Anthropocene
https://www.nationalgeographic.org/encyclopedia/anthropocene/
https://www.anthroencyclopedia.com/entry/anthropocene
https://www.merriam-webster.com/dictionary/Anthropocene
https://www.nhm.ac.uk/discover/what-is-the-anthropocene.html
https://www.smithsonianmag.com/science-nature/what-is-the-anthropocene-and-are-we-in-it-164801414/


(8). Kembali ke topik di atas, nampaknya pirografi sebagai cara terapi jiwa ini mengalami nasib yang mirip dengan pengalaman Galieo yang pada jaman itu banyak ditentang para ilmuwan dan rohaniwan. Masalahnya waktu itu adalah Galileo terlalu dini menjelaskan teori heliosentrime (bahwa matahari sebagai pusat dan bumi mengelilingi matahari) di tengah jaman dan masyarakat yang menganut teori homosentrisme (bumi sebagai pusat dan matahari mengelilingi / mengitari bumi). Walaupun istilah Terapi-Seni oleh beberapa ilmuwan masih sering diperdebatkan, namun akhirnya belakangan ini oleh banyak praktisi makin jelas menggunakan dan mengadopsi, apalagi kalau dijelaskan dengan terminologi neuro-science. “Penjelasan tentang Terapi-Seni kalau diutarakan dengan tema Neuro-science dapat menjadi lebih konkret, berorientasi tujuan dan berbasis hasil (termonitor dan terukur). Apakah diterima atau tidak, sedikitnya penjelasan ini adalah lebih bagus walau masih tetap diperdebatkan. Dari perspektif ini, terapi seni menjadi liniear, prosesnya jelas, lebih bisa dijamin ketepatannya, selain juga bisa dilakukan dengan cara yang murah”, demikian penjelasan dari Noah Hass Cohen, Art Therapist dan Ahli Neuroscience Klinis.

Pirografi Galileo karya Joseph Smith,1824
(9). Untuk memperdalam pengetahuan mengenai terapi seni, Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta beberapa waktu lalu pernah mengundang salah satu pakar terapi seni, yaitu Evelin Witruk. (Peneliti dan psikolog di Institute for Psychology, bagian Pendidikan dan Psikologi Rehabilitasi, Faculty of Biosciences, Pharmacy, and Psychology di Universitas Leipzig, Jerman). Witruk berbagi pengalaman dan ilmunya kepada mahasiswa dan para psikolog di Fakultas Psikologi UGM. Dalam pengembangan terapi seni, Witruk menekankan pentingnya painting (melukis) dan drawing (menggambar). Terapi Seni bisa dilakukan terhadap anak-anak, remaja, sampai orang-tua. Apakah mereka bisa menggambar atau tidak bisa menggambar, itu tidak masalah, tapi dalam terapi seni, mereka akan terlihat persoalan psikologi yang sedang mereka hadapi, sehingga mudah untuk segera dicari pemecahannya. 


“Selama ini mahasiswa maupun profesi psikolog lebih banyak dikenalkan pada pendidikan dan latihan dengan terapi yang masih bersifat konvensional. Terapi seni yang dikembangkan oleh Witruk telah dipraktikkan terhadap anak-anak korban tsunami di Aceh. Terapi seni yang dilakukan kepada anak-anak korban tsunami Aceh ini cukup berhasil untuk memulihkan kembali (recovery) kondisi psikis mereka pasca Tsunami," kata Adiyanti, Ketua Program Studi Magister Psikologi Profesi, Fakultas Psikologi UGM. 

(10). Di Singapura bahkan ada sekolah khusus pembekalan bagi Art Therapist bergelar Master of Art. Program studi mereka merupakan kerjasama ANZATA (Australia dan Selandia Baru Association Terapi Seni) yang mendidik dan memberkali kemampuan mahasiswanya untuk memperoleh AThR mereka (yaitu sertifikat terapis seni terdaftar di Australia, Selandia Baru dan Singapura). Lulusannya juga berhak untuk mengajukan permohonan pendaftaran di Inggris melalui HPC (Dewan Profesi Kesehatan), dan, dengan jam supervisi yang cukup, selanjutnya lulusan dapat mengajukan permohonan untuk ATR (terdaftar sebagai terapis seni di Amerika Utara) melalui ATCB (Dewan Terapi Seni Kredensial). Lulusan juga dianjurkan untuk mengejar keanggotaan mahasiswa di salah satu dari organisasi profesi selain ATAS (Art Therapist 'Association Singapore). 

(11). Pegawai psikologi Bagian Pengurusan Sumber-daya Manusia Kementerian Penerangan, Komunikasi dan Kebudayaan, Malaysia, Mohd Faeez Zakaria menyatakan bahwa Terapi Seni merupakan terapi psikologi melalui lukisan, tarian dan drama untuk mendiognasis masalah penderita. Pendekatan ini kini banyak dipraktekkan di berbagai rumah-sakit di Malaysia. "Cara ini dapat membantu doktor dan pakar psikologi mengenal-pasti masalah pesakit dan dapat memberikan rawatan yang tepat terutama bagi pesakit yang tidak mampu meluahkan masalah atau menceritakan sesuatu peristiwa yang menyakitkan hati mereka," kata Zakaria .

(12). Menurut US Department Veterans Affairs, terapi seni sangat penting karena dapat digunakan untuk mengobati dan menilai kecemasan, depresi, penyalahgunaan obat terlarang, kecanduan, trauma dan masalah mental dan emosional lainnya dari seorang veteran perang. Seni punya kekuatan untuk memasuki wilayah ketidak-sadaran seseorang dan mendapatkan akses ke emosi, serta pengalaman yang terkubur jauh di dalam ingatan otak, tanpa harus orang itu menjadi seniman yang handal. Terapi seni sekaligus juga bisa memberikan selingan yang menyenangkan bagi orang yang menderita kesulitan jiwa dan traumatis. Seni dapat mengurangi mati rasa bersosial dan membantu membangun kembali fungsi sosial seseorang. Karya seni juga bisa berfungsi sebagai rekaman-visual dan bukti kondisi mental seseorang, tetapi juga dapat berfungsi sebagai wadah untuk kondisi emosi yang sulit.

(13). Lain lagi dengan pengalaman mantan pasien RSJ-Magelang, Widiyanto, melukis telah menjadi salah satu cara terapi untuk kesembuhannya dari gangguan jiwa. Sebelumnya, sudah berpuluh kali dia keluar-masuk RSJ dan terakhir dia sembuh karena dia melukis selama di RSJ. Lukisan-lukisan hasil karyanya indah dan tertata rapi di Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Dr Soerojo-Magelang. Lukisan itu ada yang masih dilukis dalam bentuk sketsa pensil, ada yang sudah dibingkai dan diwarnai dengan bagus.

(14). Lembaga Pemasyarakatan Krobokan di DIY juga menyediakan fasilitas seni bagi para napinya untuk melukis yang dipandu oleh relawan asing. Tujuannya selain untuk menjaga kesehatan mental selama di penjara, juga sebagai media penyaluran bakat seni. Beberapa hasil karya para napi ini bahkan sudah pernah dipamerkan di galeri seni di Kuta dan Ubud-Bali dan beberapa lainnya sudah dibeli oleh kolektor dengan harga jutaan.

(15). David Gussak, PhD, ATR-BC, yaitu professor dan pimpinan Florida State University Department of Art Education menyatakan bahwa dia mendukung program seni di penjara karena bisa mengurangi kecemasan, stress, rasa takut dan menggantinya dengan keterampilan yang sehat dan kebutuhan kesehatan mental yang baik, terapi ini sangat eksploratif dengan pelatih yang profesional.

(16). Terapi seni dapat juga menawarkan penghiburan dari rasa sakit-fisik dan membantu membangkitkan syaraf-syaraf kesembuhan tertentu. Sastrawan serba bisa Putu Wijaya banyak melakukan aktivitas melukis dengan maksud agar  aktivitasnya tidak mati, karyanya berjalan terus dan otak akan terus berpikir. "Kegiatan ini membuat membuat kita lebih segar," kata Putu. Melukis ini sebagai terapi stroke dan ini terinspirasi dari pengalaman pelukis ternama Adam Lay yang sudah mengalaminya sendiri.

Apa Lebihnya Pirografi Sebagai Pilihan Terapi ?

(17). Walaupun pirografi sebagai salah satu cara terapi psikologis sampai saat ini masih banyak diperdebatkan, namun harus diakui bahwa secara perlahan makin diterima dan para terapis mulai menaruh minat terhadap pirografi sebagai cara untuk terapi. Dalam Pyrography e-Museum (museum elektronik) di Amerika pada bagian bertajuk Special Pyrography, banyak menyoroti topik pirografi sebagai cara penyembuhan (Pyrography as a Healing).

(18). Aline Hoffman, PhD seorang Art Therapist sekaligus pengelola pusat terapi psikologis Solution Alternatives, menyatakan bahwa pirografi adalah bentuk seni yang telah memberi dia keberanian untuk melangkah dan menyatakan bahwa "ini adalah waktu saya”.  Sejak kecil dia berkeinginan menjadi seorang seniman terfokus, tapi sampai Maret 2015, itu tidak terjadi. Saat dia mengenal pirografi, dia melepas papan di depan rumahnya yang bertuliskan "Hypnosis Untuk Kesehatan" (dan diganti dengan "Pirografi Untuk Kesehatan"), sebagai bukti bahwa dia memang membuat keputusan yang tepat. Menurutnya  keputusannya untuk berpirografi tepat karena setelah banyak penelitian dan kesaksian yang dia baca dan itu meyakinkan dia, lalu akhirnya dia membeli Razortip type SS-D10 (alat pen untuk pirografi) dan memulai berpirografi.

James William Fosdick di studio pirografi, 1894
Beberapa hasil pertama pirografinya kurang bagus, sebagian besar hanya gambar garis. Dia melatih diri terus, dia merasa memperoleh kepercayaan diri penuh dengan media baru ini, sebagai terapis dia merasa makin bisa bekerja lebih rinci, konsentrasi, dan fokus. “Ketika Anda melihat hasil karya Saya awal dan membandingkan saat ini, Anda dapat melihat bagaimana hasil karya Saya secara bertahap telah berkembang signifikan” kata Aline.

(19). Di Sussex Partnership, NHS Foundation Trust, pusat terapi psikologis di Inggris, dalam program terapinya juga memakai pirografi sebagai salah satu cara dalam menterapi pasiennya yang mengalami Personality Disorder (gangguan kepribadian), yaitu pola mal-adaptif berkelanjutan dari pengalaman batin, kognisi, dan perilaku yang berdampak pada kemampuan individu untuk berhubungan dengan orang lain dan/atau sendiri dalam budaya atau cara-cara yang diharapkan).

(20). The Champvert, klinik psikiatri yang berpusat di Perancis, adalah lembaga yang mengakui manfaat dari terapi seni dan secara khusus mengidentifikasi pirografi sebagai kontributor penting dari program terapi mereka terhadap pasien-pasiennya.

(21). Dalam makalahnya "Occupational Therapy," Dr. Carmen Moratinos de Pablo mengutip catatan bahwa terapi okupasi dimulai pertama kali sejak 660 SM, yaitu digunakan sejak jaman Mesir kuno. Di antara kegiatan yang digunakan dalam terapi okupasi yang modern untuk pasien penyakit jiwa, dia secara khusus menyebutkan Pirografi.

(22). Beberapa waktu lalu, Mixo Sydenham,  seorang Art Therapist,  menyatakan bahwa alat pirografi ternyata banyak disediakan di penjara-penjara di Australia dan di unit-unit terapi okupasi.

(23). Helena Walsh, seorang Art Therapist, dalam bukunya tentang pirografi antik mengenai “Australia Pokerwork”, dia mewawancarai para orang-tua terkait dengan seni populer pada awal abad ke-20. Dia menulis bahwa ada banyak kisah yang menyayat hati terkait dengan cerita para veteran perang yang ingatannya terguncang akibat pertempuran/perang yang dialaminya (di Iran, Afganistan, Vietnam, dan lain-lain). Mereka, para veteran perang itu telah merespon positif atas manfaat pokerwork sewaktu mereka diperkenalkan dengan alat pirografi.

(24). Pada bulan Februari 1997, Johnathan Falch, yang saat itu seorang mahasiswa di Loma Linda University jurusan terapi okupasi, menulis mengenai penelitiannya: "Terapi Okupasi adalah penggunaan aktivitas tujuan atau intervensi yang mempromosikan kesehatan dan mencapai hasil fungsional. Saya meneliti bagaimana wood-burning (pirografi) berkontribusi sekali kegiatan terapi untuk berbagai pasien yang didiagnosis dengan cacat, mulai dari disfungsi fisik sampai penyakit mental. Sebagai contoh, untuk mengelola wood-burning dasar seorang individu harus memiliki keselarasan koordinasi motorik halus dan ketangkasan jari-jari mereka, harus punya persepsi tentang kedalaman yang baik, integrasi bilateral, integrasi visual-motorik, dan dapat memvisualisasikan perbedaan relasi yang mendasar. Dan sebenarnya masih banyak komponen kinerja lainnya dari pirografi yang sangat bermanfaat dan bernilai terapi. "

(25). Dua tahun kemudian, masih di Loma Linda University, seorang  siswa terapis okupasi bernama Tanya Miller menulis: "Adalah sesuatu yang menakjubkan  jika Anda menjadi bagian khusus yang mendedikasikan-diri untuk terapi melalui pirografi. Sebagai Therapist masa depan, kita diajarkan untuk mencari solusi rinci untuk kegiatan yang mencakup aspek sensorik, motorik, dan komponen psikologis. Dengan begitu kita dapat menilai apakah pasien tertentu akan mendapat manfaat dari  jenis proyek tertentu, jenis kemampuan yang diperlukan, dan adaptasi khusus yang perlu dibuat untuk orang tersebut. Pirografi bisa mencakup semua itu”.

(26). Terkait dengan penggunaan pirografi sebagai cara terapi, harus diakui, walaupun ada kebutuhan tertentu lainnya seperti kebutuhan perangkat listrik untuk mendukung peralatan woodburning (pirografi), juga masalah jaminan keamanan jika pirografi digunakan sebagai cara terapi, tapi nampaknya pirografi bisa jadi ide menarik dan terbukti kontributif. Secara prinsip, ada paradoks yang menarik dari pirografi terkait dengan bahan dan proses terapi, yaitu: 
(a). Pirografi berhubungan dengan Terminologi Agresifitas (melalui kondisi suhu, panas dari proses pembakaran media), dan sekaligus 
(b). Pirografi berhubungan dengan Proses Meditasi (memerlukan konsentrasi yang intensif dan fokus). 

Note: Bisa dibaca kembali tulisan awal di blog ini tentang "Mengenal Seni Pirografi", dimana Anjani Gallery juga sudah menjelaskan, bahwa untuk berpirografi sangat diperlukan "suasana-hati" yang nyaman, untuk bisa fokus, dan ruangan yang aman untuk mencapai hasil yang berkualitas. Ada juga blog yang mengupas mendalam tentang Pirografi Sebagai Pendekatan Spiritual (pyrography as spiritual approach), namun tidak kita bahas dalam tulisan ini.

Alat-alat pirografi (pen solder, regulator, fire spray)

(27). Colleen Messina (Art Therapist) menyatakan, bahwa saat ini, metoda pembakaran kayu (Pirografi) telah bangkit kembali sebagai bentuk Seni, juga sebagai bentuk Rekreasi, dan bentuk Terapi bagi mereka yang dengan banyak penyakit. Pirografi bisa menjadi bernilai lebih dari sekedar hobi bagi orang-orang yang bermasalah secara fisik.  Ada kesaksian, seorang perempuan didiagnosis dokter menderita Rheumatoid Arthritis sejak dia berusia 15 tahun. Dia sudah mencoba terapi masalah fisiknya dan terapi dokter untuk sistem sarafnya kemana-mana. Dokter memvonis bahwa ia tidak mungkin lagi bisa memiliki kehidupan yang normal. Perempuan itu tetap tidak percaya mereka dan tetap berusaha dengan semangatnya. Suatu saat perempuan tertarik dengan pirografi dan ia memutuskan untuk mencoba pirografi (pembakaran kayu) untuk mengatasi penyakit rematiknya tersebut. Setiap saat ia coba berpirografi, ia merasa ada kehangatan suhu dari alat pirografi yang merambat ke organ tubuhnya dan ditambah semangatnya yang membara untuk menghasilkan karya seni yang baik. Hasil akhir ternyata ia sembuh dari penyakitnya, bisa menjalani kehidupan secara normal dan memuaskan. "Saya telah melihat mukjizat kerja dari pirografi dalam hidup saya”, kata perempuan itu.

Penutup

Nampaknya cukup banyak potongan-potongan premis yang terdeskripsikan di atas untuk menguatkan kontribusi pirografi dalam terapi psikologis. Tentu masih banyak tulisan yang bisa diperdalam dari beberapa referensi link di bawah ini. Mudah-mudahan tulisan di atas bermanfaat selain untuk menambah informasi pengenalan tentang pirografi, juga bisa menjadi tawaran solusi alternatif bagi mereka yang merasa “terganggu” hidupnya, dan bagi mereka yang ingin mengisi waktu pensiunannya (Ingat, dampak power sindrom saat pensiun) dengan kesibukan bermanfaat. 

Salam Pirografi !!!
WN/Anjani Art Gallery

Referensi: