Tuesday, September 29, 2015

PIROGRAFI SEBAGAI TERAPI PSIKIS

Pengantar

Pirografi karya Anjani Gallery "Javanese Blade"

(1). Kalau saat ini Anjani Gallery mengangkat tema bahasan tentang pirografi dihubungkan dengan psikologi, sepertinya akan ada banyak rasa penasaran dari teman-teman pembaca. “Sensasi apa yang akan dibahas galeri lukisan-bakar ini ?” demikian kira-kira ungkapan rasa penasaran yang muncul. 
Apa hubungannya Pirografi dengan Psikologi? Jawaban yang paling sederhana adalah Pirografi dan Psikologi itu sama-sama berhuruf awal “P”, dan hubungan antara keduanya "baik-baik saja”.

(2). Dalam dunia psikologi dikenal istilah Terapi Okupasi (occupational therapy), yaitu pengkajian dan pengobatan untuk mengembangkan, memulihkan, atau mempertahankan hidup dan ketrampilan kerja sehari-hari kepada seseorang yang mengalami gangguan fisik, mental, atau kognitif. Petugas Terapi Okupasi juga akan fokus pada mengidentifikasi dan menghilangkan hal-hal yang menghalangi kebebasan dan partisipasi seseorang dalam kegiatan sehari-hari. Terapi okupasi bisa menggunakan berbagai cara, salah satu cara yang dipakai adalah terapi seni. Maksudnya adalah terapi psikologis yang menggunakan media seni. Seni di sini bisa dalam arti luas, bisa seni musik, seni rupa (termasuk seni lukis, menggambar, seni patung, dll), seni sastra, seni tari, dll.
Seniman pokerwork jaman dulu sedang berkumpul

(3). Pirografi, yang arti lugasnya "menulis dengan api", atau sebutan jaman dulu adalah “pokerwork”, dikenal luas pada abad 17 dan bahkan sebenarnya sudah dikenal sebagai bagian dari Seni Tua dalam painting, drawing dan carving sejak jaman Mesir-Kuno (tahun 660 SM). Di jaman Fir'aun, pirografi selain dikenal sebagai bentuk seni, orang-orang Mesir kuno memakai media pembakaran kayu (wood-burning) kegiatan membakar kayu untuk menghasilkan asap dan wangi-wangian dipercaya sebagai cara untuk penyembuhan orang-orang dengan penyakit tertentu. Oleh karena di sini pirografi dikenal bentuk kegiatan Seni Tua, maka dengan sendirinya pirografi menjadi bagian dari psikologis untuk Terapi-Seni.

(4). Harus diakui, tulisan dalam blog ini memang bukan dirancang untuk mengunggah Jurnal Ilmiah (Scientific Journal), dan bukan pula untuk bicara mendalam tentang aspek psikologi. Blog ini dirancang sebagai media berbagi informasi, pengalaman pembelajaran, dan berbagi karya seni pirografi. Dengan demikian, apa yang ditulis berikut ini hanyalah sebagai informasi selintas yang terkait dengan dan terpusat sekitar pirografi, dan bukan untuk dikritisi dari perspektif dan ranah psikologis secara ilmiah.

Pentingnya Terapi Seni

(5). Dalam psikologi, untuk melakukan pengkajian (assessment) dan penyembuhan (healing) bagi orang-orang yang sedang “terganggu” (gangguan fisik dan terutama mental), salah satu caranya adalah dengan menggunakan Seni (maksudnya "Seni sebagai Terapi"), yaitu proses kreatif yang dapat membantu orang untuk meningkatkan wawasan, mengatasi stress, bekerja melalui pengalaman traumatis, meningkatkan kognitif, memori dan kemampuan neuro-sensorik, meningkatkan hubungan interpersonal dan mencapai lebih besar untuk pemenuhan diri (atau awam mengenalnya sebagai aktualisasi diri). Tujuan dari terapi seni pada dasarnya adalah penyembuhan terhadap si “terganggu” tadi. Dalam terapi seni, gambar dunia batin si “terganggu”, yaitu suasana kebatinan, perasaan, pikiran, dan ide-idenya adalah hal yang paling utama dan penting yang didapat dari pengalaman hidupnya. Gambar dunia batin si "terganggu" ini perlu dianalisa oleh petugas terapis dan selanjutnya dikembangkan pendekatan & cara-cara untuk penyembuhan terhadap kondisi psikis si "terganggu".

(6). Dalam suatu diskusi Indonesian Street Art Database beberapa waktu lalu, beberapa narasumber menjelaskan bahwa terapi seni dapat mengubah keadaan diri seseorang dari kurang baik (dalam arti kondisi psikisnya) menjadi lebih baik. Seperti misalnya Seni Grafiti (street art, mural) untuk mencurahkan isi hati mampu menjadi kegiatan self healing (penyembuhan diri). Hanya sayangnya sangat sedikit pusat-pusat pendidikan psikologi yang memasukkan terapi seni untuk orang-orang dengan disabilitas atau “terganggu”. Program pemerintah saat ini juga masih sangat minim dalam pengembangan terapi seni. Minimnya pengembangan terapi seni dapat dilihat dari agenda pemerintah yang kurang sensitif terhadap fungsi seni. Pemerintah nampaknya lebih mengutamakan pengembangan kognitif dan religi daripada seni.

(7). Secara umum, seni mengutamakan unsur keindahan dan afeksi dalam mengasihi dunia di sekitar kehidupan. Seni menjembatani hubungan harmonis antara dunia batin manusia dengan dunia luar di sekitarnya. Pengabaian terhadap seni bisa berdampak de-humanisasi dan bahkan de-naturalisasi, yaitu makin merendahkan martabat kemanusiaan dan penghancuran alam. Kasus kabut asap yang berkepanjangan di Sumatera dan Kalimantan, dan selalu terulang dari tahun ke tahun bisa jadi hasil dari pengabaian terhadap fungsi seni dalam menjembatani dunia batin dan dunia luar di zaman Anthropocene. 

Beberapa referensi tentang Anthropocene bisa diikuti di sini:
https://en.wikipedia.org/wiki/Anthropocene
https://www.nationalgeographic.org/encyclopedia/anthropocene/
https://www.anthroencyclopedia.com/entry/anthropocene
https://www.merriam-webster.com/dictionary/Anthropocene
https://www.nhm.ac.uk/discover/what-is-the-anthropocene.html
https://www.smithsonianmag.com/science-nature/what-is-the-anthropocene-and-are-we-in-it-164801414/


(8). Kembali ke topik di atas, nampaknya pirografi sebagai cara terapi jiwa ini mengalami nasib yang mirip dengan pengalaman Galieo yang pada jaman itu banyak ditentang para ilmuwan dan rohaniwan. Masalahnya waktu itu adalah Galileo terlalu dini menjelaskan teori heliosentrime (bahwa matahari sebagai pusat dan bumi mengelilingi matahari) di tengah jaman dan masyarakat yang menganut teori homosentrisme (bumi sebagai pusat dan matahari mengelilingi / mengitari bumi). Walaupun istilah Terapi-Seni oleh beberapa ilmuwan masih sering diperdebatkan, namun akhirnya belakangan ini oleh banyak praktisi makin jelas menggunakan dan mengadopsi, apalagi kalau dijelaskan dengan terminologi neuro-science. “Penjelasan tentang Terapi-Seni kalau diutarakan dengan tema Neuro-science dapat menjadi lebih konkret, berorientasi tujuan dan berbasis hasil (termonitor dan terukur). Apakah diterima atau tidak, sedikitnya penjelasan ini adalah lebih bagus walau masih tetap diperdebatkan. Dari perspektif ini, terapi seni menjadi liniear, prosesnya jelas, lebih bisa dijamin ketepatannya, selain juga bisa dilakukan dengan cara yang murah”, demikian penjelasan dari Noah Hass Cohen, Art Therapist dan Ahli Neuroscience Klinis.

Pirografi Galileo karya Joseph Smith,1824
(9). Untuk memperdalam pengetahuan mengenai terapi seni, Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta beberapa waktu lalu pernah mengundang salah satu pakar terapi seni, yaitu Evelin Witruk. (Peneliti dan psikolog di Institute for Psychology, bagian Pendidikan dan Psikologi Rehabilitasi, Faculty of Biosciences, Pharmacy, and Psychology di Universitas Leipzig, Jerman). Witruk berbagi pengalaman dan ilmunya kepada mahasiswa dan para psikolog di Fakultas Psikologi UGM. Dalam pengembangan terapi seni, Witruk menekankan pentingnya painting (melukis) dan drawing (menggambar). Terapi Seni bisa dilakukan terhadap anak-anak, remaja, sampai orang-tua. Apakah mereka bisa menggambar atau tidak bisa menggambar, itu tidak masalah, tapi dalam terapi seni, mereka akan terlihat persoalan psikologi yang sedang mereka hadapi, sehingga mudah untuk segera dicari pemecahannya. 


“Selama ini mahasiswa maupun profesi psikolog lebih banyak dikenalkan pada pendidikan dan latihan dengan terapi yang masih bersifat konvensional. Terapi seni yang dikembangkan oleh Witruk telah dipraktikkan terhadap anak-anak korban tsunami di Aceh. Terapi seni yang dilakukan kepada anak-anak korban tsunami Aceh ini cukup berhasil untuk memulihkan kembali (recovery) kondisi psikis mereka pasca Tsunami," kata Adiyanti, Ketua Program Studi Magister Psikologi Profesi, Fakultas Psikologi UGM. 

(10). Di Singapura bahkan ada sekolah khusus pembekalan bagi Art Therapist bergelar Master of Art. Program studi mereka merupakan kerjasama ANZATA (Australia dan Selandia Baru Association Terapi Seni) yang mendidik dan memberkali kemampuan mahasiswanya untuk memperoleh AThR mereka (yaitu sertifikat terapis seni terdaftar di Australia, Selandia Baru dan Singapura). Lulusannya juga berhak untuk mengajukan permohonan pendaftaran di Inggris melalui HPC (Dewan Profesi Kesehatan), dan, dengan jam supervisi yang cukup, selanjutnya lulusan dapat mengajukan permohonan untuk ATR (terdaftar sebagai terapis seni di Amerika Utara) melalui ATCB (Dewan Terapi Seni Kredensial). Lulusan juga dianjurkan untuk mengejar keanggotaan mahasiswa di salah satu dari organisasi profesi selain ATAS (Art Therapist 'Association Singapore). 

(11). Pegawai psikologi Bagian Pengurusan Sumber-daya Manusia Kementerian Penerangan, Komunikasi dan Kebudayaan, Malaysia, Mohd Faeez Zakaria menyatakan bahwa Terapi Seni merupakan terapi psikologi melalui lukisan, tarian dan drama untuk mendiognasis masalah penderita. Pendekatan ini kini banyak dipraktekkan di berbagai rumah-sakit di Malaysia. "Cara ini dapat membantu doktor dan pakar psikologi mengenal-pasti masalah pesakit dan dapat memberikan rawatan yang tepat terutama bagi pesakit yang tidak mampu meluahkan masalah atau menceritakan sesuatu peristiwa yang menyakitkan hati mereka," kata Zakaria .

(12). Menurut US Department Veterans Affairs, terapi seni sangat penting karena dapat digunakan untuk mengobati dan menilai kecemasan, depresi, penyalahgunaan obat terlarang, kecanduan, trauma dan masalah mental dan emosional lainnya dari seorang veteran perang. Seni punya kekuatan untuk memasuki wilayah ketidak-sadaran seseorang dan mendapatkan akses ke emosi, serta pengalaman yang terkubur jauh di dalam ingatan otak, tanpa harus orang itu menjadi seniman yang handal. Terapi seni sekaligus juga bisa memberikan selingan yang menyenangkan bagi orang yang menderita kesulitan jiwa dan traumatis. Seni dapat mengurangi mati rasa bersosial dan membantu membangun kembali fungsi sosial seseorang. Karya seni juga bisa berfungsi sebagai rekaman-visual dan bukti kondisi mental seseorang, tetapi juga dapat berfungsi sebagai wadah untuk kondisi emosi yang sulit.

(13). Lain lagi dengan pengalaman mantan pasien RSJ-Magelang, Widiyanto, melukis telah menjadi salah satu cara terapi untuk kesembuhannya dari gangguan jiwa. Sebelumnya, sudah berpuluh kali dia keluar-masuk RSJ dan terakhir dia sembuh karena dia melukis selama di RSJ. Lukisan-lukisan hasil karyanya indah dan tertata rapi di Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Dr Soerojo-Magelang. Lukisan itu ada yang masih dilukis dalam bentuk sketsa pensil, ada yang sudah dibingkai dan diwarnai dengan bagus.

(14). Lembaga Pemasyarakatan Krobokan di DIY juga menyediakan fasilitas seni bagi para napinya untuk melukis yang dipandu oleh relawan asing. Tujuannya selain untuk menjaga kesehatan mental selama di penjara, juga sebagai media penyaluran bakat seni. Beberapa hasil karya para napi ini bahkan sudah pernah dipamerkan di galeri seni di Kuta dan Ubud-Bali dan beberapa lainnya sudah dibeli oleh kolektor dengan harga jutaan.

(15). David Gussak, PhD, ATR-BC, yaitu professor dan pimpinan Florida State University Department of Art Education menyatakan bahwa dia mendukung program seni di penjara karena bisa mengurangi kecemasan, stress, rasa takut dan menggantinya dengan keterampilan yang sehat dan kebutuhan kesehatan mental yang baik, terapi ini sangat eksploratif dengan pelatih yang profesional.

(16). Terapi seni dapat juga menawarkan penghiburan dari rasa sakit-fisik dan membantu membangkitkan syaraf-syaraf kesembuhan tertentu. Sastrawan serba bisa Putu Wijaya banyak melakukan aktivitas melukis dengan maksud agar  aktivitasnya tidak mati, karyanya berjalan terus dan otak akan terus berpikir. "Kegiatan ini membuat membuat kita lebih segar," kata Putu. Melukis ini sebagai terapi stroke dan ini terinspirasi dari pengalaman pelukis ternama Adam Lay yang sudah mengalaminya sendiri.

Apa Lebihnya Pirografi Sebagai Pilihan Terapi ?

(17). Walaupun pirografi sebagai salah satu cara terapi psikologis sampai saat ini masih banyak diperdebatkan, namun harus diakui bahwa secara perlahan makin diterima dan para terapis mulai menaruh minat terhadap pirografi sebagai cara untuk terapi. Dalam Pyrography e-Museum (museum elektronik) di Amerika pada bagian bertajuk Special Pyrography, banyak menyoroti topik pirografi sebagai cara penyembuhan (Pyrography as a Healing).

(18). Aline Hoffman, PhD seorang Art Therapist sekaligus pengelola pusat terapi psikologis Solution Alternatives, menyatakan bahwa pirografi adalah bentuk seni yang telah memberi dia keberanian untuk melangkah dan menyatakan bahwa "ini adalah waktu saya”.  Sejak kecil dia berkeinginan menjadi seorang seniman terfokus, tapi sampai Maret 2015, itu tidak terjadi. Saat dia mengenal pirografi, dia melepas papan di depan rumahnya yang bertuliskan "Hypnosis Untuk Kesehatan" (dan diganti dengan "Pirografi Untuk Kesehatan"), sebagai bukti bahwa dia memang membuat keputusan yang tepat. Menurutnya  keputusannya untuk berpirografi tepat karena setelah banyak penelitian dan kesaksian yang dia baca dan itu meyakinkan dia, lalu akhirnya dia membeli Razortip type SS-D10 (alat pen untuk pirografi) dan memulai berpirografi.

James William Fosdick di studio pirografi, 1894
Beberapa hasil pertama pirografinya kurang bagus, sebagian besar hanya gambar garis. Dia melatih diri terus, dia merasa memperoleh kepercayaan diri penuh dengan media baru ini, sebagai terapis dia merasa makin bisa bekerja lebih rinci, konsentrasi, dan fokus. “Ketika Anda melihat hasil karya Saya awal dan membandingkan saat ini, Anda dapat melihat bagaimana hasil karya Saya secara bertahap telah berkembang signifikan” kata Aline.

(19). Di Sussex Partnership, NHS Foundation Trust, pusat terapi psikologis di Inggris, dalam program terapinya juga memakai pirografi sebagai salah satu cara dalam menterapi pasiennya yang mengalami Personality Disorder (gangguan kepribadian), yaitu pola mal-adaptif berkelanjutan dari pengalaman batin, kognisi, dan perilaku yang berdampak pada kemampuan individu untuk berhubungan dengan orang lain dan/atau sendiri dalam budaya atau cara-cara yang diharapkan).

(20). The Champvert, klinik psikiatri yang berpusat di Perancis, adalah lembaga yang mengakui manfaat dari terapi seni dan secara khusus mengidentifikasi pirografi sebagai kontributor penting dari program terapi mereka terhadap pasien-pasiennya.

(21). Dalam makalahnya "Occupational Therapy," Dr. Carmen Moratinos de Pablo mengutip catatan bahwa terapi okupasi dimulai pertama kali sejak 660 SM, yaitu digunakan sejak jaman Mesir kuno. Di antara kegiatan yang digunakan dalam terapi okupasi yang modern untuk pasien penyakit jiwa, dia secara khusus menyebutkan Pirografi.

(22). Beberapa waktu lalu, Mixo Sydenham,  seorang Art Therapist,  menyatakan bahwa alat pirografi ternyata banyak disediakan di penjara-penjara di Australia dan di unit-unit terapi okupasi.

(23). Helena Walsh, seorang Art Therapist, dalam bukunya tentang pirografi antik mengenai “Australia Pokerwork”, dia mewawancarai para orang-tua terkait dengan seni populer pada awal abad ke-20. Dia menulis bahwa ada banyak kisah yang menyayat hati terkait dengan cerita para veteran perang yang ingatannya terguncang akibat pertempuran/perang yang dialaminya (di Iran, Afganistan, Vietnam, dan lain-lain). Mereka, para veteran perang itu telah merespon positif atas manfaat pokerwork sewaktu mereka diperkenalkan dengan alat pirografi.

(24). Pada bulan Februari 1997, Johnathan Falch, yang saat itu seorang mahasiswa di Loma Linda University jurusan terapi okupasi, menulis mengenai penelitiannya: "Terapi Okupasi adalah penggunaan aktivitas tujuan atau intervensi yang mempromosikan kesehatan dan mencapai hasil fungsional. Saya meneliti bagaimana wood-burning (pirografi) berkontribusi sekali kegiatan terapi untuk berbagai pasien yang didiagnosis dengan cacat, mulai dari disfungsi fisik sampai penyakit mental. Sebagai contoh, untuk mengelola wood-burning dasar seorang individu harus memiliki keselarasan koordinasi motorik halus dan ketangkasan jari-jari mereka, harus punya persepsi tentang kedalaman yang baik, integrasi bilateral, integrasi visual-motorik, dan dapat memvisualisasikan perbedaan relasi yang mendasar. Dan sebenarnya masih banyak komponen kinerja lainnya dari pirografi yang sangat bermanfaat dan bernilai terapi. "

(25). Dua tahun kemudian, masih di Loma Linda University, seorang  siswa terapis okupasi bernama Tanya Miller menulis: "Adalah sesuatu yang menakjubkan  jika Anda menjadi bagian khusus yang mendedikasikan-diri untuk terapi melalui pirografi. Sebagai Therapist masa depan, kita diajarkan untuk mencari solusi rinci untuk kegiatan yang mencakup aspek sensorik, motorik, dan komponen psikologis. Dengan begitu kita dapat menilai apakah pasien tertentu akan mendapat manfaat dari  jenis proyek tertentu, jenis kemampuan yang diperlukan, dan adaptasi khusus yang perlu dibuat untuk orang tersebut. Pirografi bisa mencakup semua itu”.

(26). Terkait dengan penggunaan pirografi sebagai cara terapi, harus diakui, walaupun ada kebutuhan tertentu lainnya seperti kebutuhan perangkat listrik untuk mendukung peralatan woodburning (pirografi), juga masalah jaminan keamanan jika pirografi digunakan sebagai cara terapi, tapi nampaknya pirografi bisa jadi ide menarik dan terbukti kontributif. Secara prinsip, ada paradoks yang menarik dari pirografi terkait dengan bahan dan proses terapi, yaitu: 
(a). Pirografi berhubungan dengan Terminologi Agresifitas (melalui kondisi suhu, panas dari proses pembakaran media), dan sekaligus 
(b). Pirografi berhubungan dengan Proses Meditasi (memerlukan konsentrasi yang intensif dan fokus). 

Note: Bisa dibaca kembali tulisan awal di blog ini tentang "Mengenal Seni Pirografi", dimana Anjani Gallery juga sudah menjelaskan, bahwa untuk berpirografi sangat diperlukan "suasana-hati" yang nyaman, untuk bisa fokus, dan ruangan yang aman untuk mencapai hasil yang berkualitas. Ada juga blog yang mengupas mendalam tentang Pirografi Sebagai Pendekatan Spiritual (pyrography as spiritual approach), namun tidak kita bahas dalam tulisan ini.

Alat-alat pirografi (pen solder, regulator, fire spray)

(27). Colleen Messina (Art Therapist) menyatakan, bahwa saat ini, metoda pembakaran kayu (Pirografi) telah bangkit kembali sebagai bentuk Seni, juga sebagai bentuk Rekreasi, dan bentuk Terapi bagi mereka yang dengan banyak penyakit. Pirografi bisa menjadi bernilai lebih dari sekedar hobi bagi orang-orang yang bermasalah secara fisik.  Ada kesaksian, seorang perempuan didiagnosis dokter menderita Rheumatoid Arthritis sejak dia berusia 15 tahun. Dia sudah mencoba terapi masalah fisiknya dan terapi dokter untuk sistem sarafnya kemana-mana. Dokter memvonis bahwa ia tidak mungkin lagi bisa memiliki kehidupan yang normal. Perempuan itu tetap tidak percaya mereka dan tetap berusaha dengan semangatnya. Suatu saat perempuan tertarik dengan pirografi dan ia memutuskan untuk mencoba pirografi (pembakaran kayu) untuk mengatasi penyakit rematiknya tersebut. Setiap saat ia coba berpirografi, ia merasa ada kehangatan suhu dari alat pirografi yang merambat ke organ tubuhnya dan ditambah semangatnya yang membara untuk menghasilkan karya seni yang baik. Hasil akhir ternyata ia sembuh dari penyakitnya, bisa menjalani kehidupan secara normal dan memuaskan. "Saya telah melihat mukjizat kerja dari pirografi dalam hidup saya”, kata perempuan itu.

Penutup

Nampaknya cukup banyak potongan-potongan premis yang terdeskripsikan di atas untuk menguatkan kontribusi pirografi dalam terapi psikologis. Tentu masih banyak tulisan yang bisa diperdalam dari beberapa referensi link di bawah ini. Mudah-mudahan tulisan di atas bermanfaat selain untuk menambah informasi pengenalan tentang pirografi, juga bisa menjadi tawaran solusi alternatif bagi mereka yang merasa “terganggu” hidupnya, dan bagi mereka yang ingin mengisi waktu pensiunannya (Ingat, dampak power sindrom saat pensiun) dengan kesibukan bermanfaat. 

Salam Pirografi !!!
WN/Anjani Art Gallery

Referensi:

Saturday, September 26, 2015

Pirografi Owner Saung-Talaga

Akhir September ini Anjani Gallery menampilkan lukisan potert wajah Bapak Wisnu Santosa, pemilik galeri furniture antik, tempat pemancingan, kolam renang, dan rumah makan "Saung-Talaga"-Depok, dan Ibu Yani Santosa, pemilik salon "Kembang-Gula", depan ITC-Depok. Keduanya adalah pengusaha di Depok yang dikenal cukup sukses. Untuk mengenal Saung Talaga Resto dan Salon Kembang Gula, bisa diikuti link berikut:
https://id.foursquare.com/v/kembang-gula-salon--spa/4c5e88fe857ca59365f4cfcb


"Juragan Saga dan Nyi Selendang Kuning", 50 x 60 cm (NOT FOR SALE)

Salam Pirografi !!!
Anjani Gallery

Tuesday, September 22, 2015

Sunday, September 20, 2015

Menakar Harga Karya Pirografi


Secara umum, orang mengatakan bahwa karya-seni itu termasuk kebutuhan Tersier yang (biasanya) baru akan “diminati” seseorang setelah kebutuhan Primer dan Sekunder terpenuhi. Ada juga sebagian orang yang berkata bahwa karya seni itu kebutuhan “bergengsi”, kebutuhan untuk status-sosial tertentu, atau identik dengan hobby-nya orang kaya yang sudah "kelebihan duit" (walaupun tidak semuanya benar). Sama seperti para penggemar batu-akik, demikian juga para kolektor lukisan, kalau sudah "gandrung", berapa pun harganya akan dibayar. Jadi image dan stigma terhadap karya seni adalah barang yang MAHAL dan tidak masuk akal harganya, hanya buang-buang duit saja untuk memiliki atau menikmatinya, juga berimbas pada harga karya seni pirografi. Di luar kriteria nilai seni yang mungkin tidak masuk akal, sebenarnya ada juga beberapa kriteria yang bisa dijadikan pegangan dasar untuk menilai karya seni pirografi.

Lalu komponen apa saja yang dipakai untuk menetapkan karya seni pirografi (khususnya pada lukisan Pirografi)? Dari berbagai rujukan (berbagai sumber website tentang pirografi), diperoleh informasi bahwa rata-rata para seniman, galeri, atau studio seni menetapkan harga sebuah lukisan pirografi berdasarkan:

(1).Size (luas ukuran, luas area). Kebanyakan ukuran lukisan pirografi kecil-kecil, panjang atau lebar tidak lebih dari 50 cm, tidak seperti lukisan cat-minyak yang biasanya memakai canvas yang besar. Panjang atau lebar yang sudah lebih dari 50 cm biasanya sudah tergolong lukisan besar, dan yang pasti harganya juga tinggi. Luas ukuran ini disebut sebagai area yang dibakar (carving/burning).

(2). Time (Waktu yang dibutuhkan untuk mengerjakan). Misalnya di galeri Cate Mac Cauley membutuhkan 20 – 40 jam untuk menyelesaikan lukisannya. Dan setelah selesai dia membandrol harga $500  sampai > $800. Kalau dihitung angka terkecilnya saja: $500/20 jam = $25 per jam atau Rp.350.000 per jam kerja (dengan kurs $=Rp.14.000). Yang jelas ada korelasi antara Size dan Time, semakin luas ukuran lukisan, semakin lama waktu yang diperlukan untuk mengerjakannya, dan ini berarti semakin mahal pula harga lukisannya.
  
(3). Pattern (desain, pola, mal).  Ada yang menciptakan desain baru, ada juga yang memakai desain yang sudah  tersedia atau desain beli dari studio tertentu yang tinggal dipakai sebagai mal. Misalnya untuk lukisan foto-wajah (potret), para pirografer mesti men-desain atau membuat mal terlebih dahulu. Apakah membuatnya secara manual atau men-sketsa ulang di media bakar, atau menggunakan alat bantu komputer, itu tergantung jenis lukisan dan pilihan pirografer. Di galeri The Burning Artist, biasanya diperlukan 8 jam untuk mendesain (membuat pattern baru) dengan biaya design-time: $50. Yang prinsip di sini, desain adalah mutlak diperlukan dalam pirografi dan ini akan sangat berpengaruh sekali pada nilai artistik dari seni pirografi. Untuk beberapa desain yang beli dari studio atau galeri seni, contohnya bisa dilihat di gambar berikut (Ini sekedar sharing informasi dan bukan bermaksud ikut promosi). 
Contoh lebih lengkap tentang berbagai desain, mal, pola/pattern dan harganya bisa di-akses ke link:  Art Design Studio

Khusus untuk lukisan potret (foto wajah), misalnya di galeri Dangee's Pyrography menetapkan harga antara $350 sampai > $800 tergantung besar ukuran (size) dan ongkos kirim ditanggung pemesan. Harga di the Burning Artist  untuk ukuran 40 x 50 cm seharga $75 dan ukuran 50 x 75 cm seharga $104. Di Kreider Art, rata-rata harga lukisan pirografi termasuk lukisan potret adalah lebih dari $100.

Anjani Gallery mencoba memerinci komponen biaya (khusus untuk lukisan potret/foto-wajah) sebagai berikut:
1.  Biaya Tetap Produksi, yaitu termasuk biaya pengerjaan grafir per jam Rp.30.000 (untuk lukisan paling sederhana dibutuhkan paling tidak 2 jam kerja), lalu ada biaya watt-listrik untuk solder, biaya amplas, vernis, depresiasi peralatan, dan lain-lain.
2. Biaya Jasa Pengiriman Barang (termasuk biaya packaging paket dengan steroform). Untuk wilayah Jabodetabek biaya pengiriman barang gratis karena sudah dimasukkan dalam komponen harga, sedangkan wilayah non-Jabodetabek akan dihitung secara terpisah dan tersendiri sesuai tariff tujuan pengiriman.
3.    Biaya Bahan Baku, yaitu konversi harga plywood dalam ketebalan, jenis kayu-lapis, dan luas ukuran (size). Biaya ini dihitung dengan harga retail (eceran) karena pengadaan bahan ini tidak dalam jumlah banyak seperti pembelian untuk bahan bangunan.
4.  Biaya Desain Potret. Desain lukisan potret bersumber dari 1 file akan jauh lebih mudah daripada dari berbagai file sumber (misalnya untuk lukisan lebih dari 1 subyek orang), desain apa adanya sesuai file foto original akan lebih mudah daripada jika diperlukan tambahan kreasi atau permintaan khusus.
5.    Biaya Jumlah Subyek Yang Dilukis. Jelas berbeda enerji dan desain untuk melukis banyak wajah disbanding dengan melukis cuma 1 wajah.
6.  Biaya Pembingkaian. Ukuran dan jenis bingkai akan berbeda-beda harga, jenis bingai minimalis berbeda dengan jenis klasik bermotif, ukuran luas juga akan mempengaruhi harga bingkai, ketebalan lapis bingkai single akan berbeda dengan yang double.

Kita paham bahwa tentu masing-masing studio, galeri, seniman, kolektor akan menetapkan harga lukisan pirografi dari titik pijak masing-masing. Misalnya di Galeri Etsy lebih banyak karya seni pirografi dalam bentuk gift dengan harga yang masih banyak yang di bawah $100, di galeri Kreider Art rata-rata lukisan pirografi sudah di atas $100 dan kebanyakan lukisan ada tambahan pewarna. Di galeri Fine Art America produk-produk pirografi yang dijual dalam bentuk hasil berupa lembaran cetakan (print-out di kertas, di canvas, di kayu) dengan harga paling rendah $17 (duplikat), dan untuk produk original pirografi harganya bervariasi antara $50 sampai US$.3000. Dengan kurs dollar sekitar Rp.14.000,- kita bisa melihat betapa "kontras" harga lukisan pirografi di Fine Art America (gambar-gambar di sebelah kiri) di bawah ini dibanding harga lukisan di Anjani Gallery (gambar-gambar di sebelah kanan)



























Sedangkan berikut ini adalah beberapa contoh lukisan pirografi hasil karya Julie Berder yang harganya antara 1.000 sampai 4.000 Poundsterling (hampir Rp.90 jutaan)/lembar. 









Salam Pirografi !!
Anjani Gallery / Sep-2015

Friday, September 11, 2015

Pirografi Potret

Beberapa lukisan pirografi (pyrography, fire-painting, wood burning art) produk Anjani Gallery ditampilkan di bawah ini dalam berbagai ukuran dan sebagai acuan pembanding ukuran, bisa dilihat gambar korek-api hijau di bawahnya. Juga ditampilkan foto sumber ide di sebelahnya sebagai pembanding. Foto tersebut bisa berasal dari satu file bisa berasal dari berbagai file yang berbeda. Yang terpenting di sini, sumber foto harus berasal dari file foto dengan resolusi yang cukup tajam atau jelas. Karena sifat foto hanya sebagai sumber ide, maka foto tersebut tidak dilukis sama persis seperti fotonya, terutama untuk kreasi konteks benda dan suasana yang melingkupi wajah foto tersebut.

Pirografi foto wajah (potret) ini hanya sebagai contoh (bukan untuk dijual). Jika ada peminat yang ingin melakukan pemesanan, silahkan e-mail ke: wuriyantonugroho@gmail.com  atau WhatsApp ke nomor: 0813-1911 9455 atau 0813-1911 8891.

"Siblings", plywood 9 mm, 35 x 40 cm (NOT FOR SALE)

"Struggling Across Cultural", plywood 9 mm, 40 x 40 cm (NOT FOR SALE)

"Keeping Anjani", plywood 9 mm, 32 x 49 cm (NOT FOR SALE)

"Little Anjani", plywood 9 mm, 22 x 30 cm (NOT FOR SALE)

"Integrating Cultural", plywood 9 mm, 30 x 40 cm (NOT FOR SALE)

"A Happy Couple", plywood 9 mm, 22 x 30 cm (NOT FOR SALE)

"Couple", plywood 9 mm, 35 x 45 cm (NOT FOR SALE)

Contoh-contoh lukisan potret lainnya, plywood (NOT FOR SALE)

Salam Pirografi !!!
Anjani Gallery

Wednesday, September 9, 2015

Mengenal Seni Pirografi (Pengantar)

SENI PIROGRAFI

Tulisan dalam blog ini dimaksudkan sebagai kontribusi informasi awal atau sekedar berbagi pengalaman  dari Anjani Gallery dalam belajar dan belajar terus tentang seni Pirografi, mengingat di Indonesia seni pirografi masih dibilang hal langka.
 
Pyrography (Pyrogravure) atau Pirografi, adalah seni dekorasi kayu atau bahan lainnya dengan cara membakar tanda atau coretan-coretan yang dihasilkan dari alat yang dipanaskan secara terkendali. Lihat makna di http://dictionary.reference.com/browse/pyrography?s=t

Istilah ini berarti "menulis dengan api", dari pur Yunani (api) dan graphos (menulis). Hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan alat khusus untuk pirografi modern, atau menggunakan logam yang dipanaskan dalam api, atau bahkan sinar matahari terkonsentrasi dengan lensa pembesar. Bahkan beberapa waktu lalu di media sempat diramaikan dengan adanya lukisan pirografi yang pembuatannya dengan memakai sulutan Rokok dan Obat-Nyamuk Bakar, lukisan pakai media jelaga (bahasa Jawa: "langes") api.
http://zuma.staff.umm.ac.id/2011/07/17/menakjubkan-lukisan-dari-obat-nyamuk-bakar-dan-bara-rokok/
http://global.liputan6.com/read/2303966/menakjubkan-melukis-dengan-media-api
http://www.kaskus.co.id/thread/519f73697e1243a44b000013/lukisan-jelaga-keren-banget-gan/
http://www.visualnews.com/2014/10/07/painting-sun-solar-pyrography-drawings-jordan-mang-osan/

"Pyrography berasal dari abad ke-17 dan mencapai standar tertinggi di abad ke-19. Saat ini pirografi bukan saja dikenal sebagai seni dekorasi atau berfungsi untuk memberi tanda pada sesuatu, tapi sudah lebih meluas lagi pengembangannya, bahkan di beberapa kalangan seniman sudah menyebutnya: Fire-Painting (Lukisan-Api). Anjani Gallery mengangkat istilah pirografi melalui media sosial (Facebook) dengan sebutan Lukisan-Bakar. Memang istilah ini bukan baku, sifatnya opsional dan hanya untuk memudahkan asosiasi (dalam arti keterkaitan imajinasi dan konteks, bukan dalam arti kelembagaan/organisasi), karena masih selalu mencari bentuk dan berkembang kreativitasnya. Kalau istilah ini enak ya silahkan dipakai, tapi kalau mau pakai istilah yang sudah banyak dikenal dan formal ya silahkan tetap pakai istilah Pirografi.

Pirografi kebanyakan diterapkan pada benda/media seperti kayu, kulit, dan cangkang labu. Sebelum melakukan pembakaran, media harus di-desain dahulu, atau dengan istilah awam dibuat Mal di media pirografi. Mal atau desain sangat mutlak diperlukan (sekali pun oleh seorang master pirografi), karena sekali media tertoreh oleh api dengan torehan yang salah, maka selanjutnya tidak bisa diperbaiki (kecuali sekedar kesalahan coret yang kecil).

Desain sebaiknya menggunakan Pensil-2B agar bekas-bekas coretannya nantinya mudah dihapus dengan kain lap dan bekasnya tidak menimbulkan luka menggores di permukaan obyek lukisan. Setelah desain selesai, lalu obyek atau media baru dibakar dengan alat pemanas (solder). Pada hasil akhir, ada orang yang mempercantik hasilnya dengan menambahkan warna tertentu, ada pula orang yang lebih suka membiarkan apa adanya tanpa ada warna tambahan.

Berbagai jenis kayu (kayu keras atau lunak, kayu beralur serat kasar, menonjol, atau lembut, kayu bercahaya terang atau gelap) akan memberikan efek cahaya gelap-terang yang berbeda-beda pula pada lukisan dan pilihan itu tergantung dari tujuan yang diinginkan oleh senimannya. Pirografi juga diterapkan pada barang-barang kulit seperti misalnya ikat pinggang atau dompet kulit. Pirografi juga populer di kalangan perajin kulit/cangkang labu, di mana desain yang dibakar ke bagian luar kering labu keras, biasanya dengan hasil yang dramatis. Kerajinan seni pada kulit/cangkang labu sendiri masih sangat langka di Indonesia, yang banyak dikenal di Indonesia kalau labu itu untuk dikonsumsi atau disayur, sehingga tidak banyak terpikir oleh petani untuk menanam labu tertentu yang bercangkang keras (misalnya labu botol) yang bisa dipasarkan sebagai bahan dasar kerajinan (craft). 

Beberapa contoh pirografi pada cangkang atau kulit Labu-Botol yang dibuat di Anjani-Gallery berupa kap-lampu dan vas bunga bisa dilihat di bawah ini:






Pengalaman dari Anjani Gallery (AG), pirografi di media labu-botol memerlukan ekstra konsentrasi dibanding di media kayu, mengingat sifat kulit labu-botol yang relatif lebih lunak, sensitif panas, dan tipis dibanding kayu. Selain itu, media labu botol permukaan kulitnya tidak datar (rata) seperti lembaran kayu, dan oleh karenanya perlu lebih dinamis dalam mengukirnya.

Selanjutnya, untuk keperluan pirografi modern, diperlukan alat grafir yang dipanaskan dari sumber listrik. Alat ini sudah banyak dijual di toko-toko khusus, yaitu bernama Wood Burning Tool. Alat ini cukup banyak jenis dan bervariasi pula harganya, dari ratusan ribu sampai lebih dari 3 juta rupiah per set. Untuk alat yang canggih dengan pengontrol panas digital misalnya, kita harus memesan secara online dari luar Indonesia. Sebagai pemula kita bisa juga menggunakan Solder listrik biasa yang banyak dijual di toko-toko elektronik atau alat-alat bangunan.

Gambar-7
Gambar-7 menunjukkan peralatan dan perlengkapan yang digunakan untuk menghasilkan beberapa karya pirografi baik yang berupa lukisan-bakar (fire painting) maupun kerajinan labu-botol (gourd craft) di Anjani Gallery (AG). Selain wood burning tool yang sederhana (sekitar 35 watt), yang dilengkapi dengan belasan jenis mata solder, juga kami tetap menggunakan Solder Listrik biasa sebagai pendukung (45 watt). 

Selain alat pemanas utama tersebut di atas, juga dibutuhkan perlengkapan pendukung lainnya, seperti Obeng, Tang, Cutter, Gunting, Solder holder (bisa juga memakai asbag kaca), Gergaji, Amplas, Vernis dan Kuasnya, Pewarna (bisa stabilo, water-color, cat acrylic, cat minyak), kain lap, pensil, penggaris, dll. 

Untuk melindungi mata diperlukan kaca mata, untuk melindungi asap atau uap minyak kayu akibat pembakaran, perlu juga masker atau penutup muka, untuk melindungi jemari tangan dari uap panas maupun sentuhan tidak sengaja dengan alat pemanas, diperlukan kaos-tangan (kalau tidak ada kaos tangan yang anti panas, minimal kaos tangan serat yang biasa).

Hal lain yang perlu diperhatikan saat proses pengerjaan atau menggarap lukisan dimana alat pemanas sedang dalam kondisi panas penuh, disarankan sebaiknya kita sedang dalam "suasana hati" yang tenang atau fokus/konsentrasi, atau tidak sedang gelisah karena sesuatu hal. Ketenangan dan fokus ini sangat membantu pada kualitas hasil maupun demi keamanan fisik. Oleh karena itu diusahakan ketika kita sedang mengerjakan lukisan, sebaiknya berada pada ruang yang aman (plus nyaman) atau diusahakan ruang/kamar tertutup, hindarkan anak-anak atau binatang peliharaan masuk ruang dan mengintervensi proses yang bisa membahayakan (misalnya secara tidak sengaja bersentuhan dengan alat dan menimbulkan luka terbakar, atau alat panas bersentuhan dengan benda sekitar yang mudah terbakar). Usahakan ketika meninggalkan pekerjaan untuk sementara atau seterusnya dalam waktu panjang, alat atau solder harus dicabut dari kontak listrik, atau sebelum meninggalkan garapan pastikan alat/solder sudah dalam kondisi dingin.

Vernis sangat diperlukan untuk melapisi hasil karya akhir pirografi. Vernis selain berfungsi sebagai pelindung permukaan, juga bisa memberi efek mengkilap. Namun demikian, untuk menggunakan vernis tetap diperlukan teknik khusus agar keindahan hasil akhir tidak berubah efek cahaya dan tampilannya. Hal ini mengingat, beberapa efek khusus dalam arsiran panas untuk menghasilkan efek gelap dan terang, seringkali hanya berupa serbuk-serbuk kayu yang terbakar tipis di bagian teratas saja dan tidak menempel mendalam ke media induknya. Ketika serbuk-serbuk tipis hasil bakaran itu disapu dengan cairan vernis, maka serbuk-serbuk itu akan hilang dan hasil karya tampak memudar. Sebaliknya, jika vernis tidak digunakan, maka hasil karya yang terbakar tipis tadi dalam waktu beberapa bulan kemudian akan rontok secara perlahan oleh alam (angin dan cuaca) dan hal ini akan berakibat hasil karya jadi memudar.

Demikian sementara sharing kami saat ini. Lain kesempatan kita sambung lagi.

SALAM PIROGRAFI !!! 
Anjani Gallery/Sep-2015.