OKUIZOME-JEPANG
Okuizome (お 食 い 初 め), adalah salah satu ritual
tradisional Jepang untuk bayi, merupakan kebiasaan /seremonial makan
pertama-kali untuk bayi yang genap berumur 100 hari sejak lahir. Faktanya bayi
usia 100 hari itu belum bisa makan makanan lain selain ASI. Umur segitu gigi
susu bayi juga baru mulai tumbuh, jadi tradisi ini cuma pura-pura bayi disuapi
makanan ke mulutnya, hanya sekedar seremonial, lalu yang makan-makan adalah ortu dan
sanak-saudara yang diundang di acara tsb. (acara silaturahmi)
Maksud tradisi ini
adalah untuk peringatan atau penegasan KOMITMEN agar orang-orang terdekat sekitar bayi
bersedia menjamin agar kelak bayi tidak akan kelaparan dan berkecukupan gizi. Jadi,
ambillah makna dan maksud positif dari tradisi Okuizome, dan bukan kon-tradiksi
dengan konsep ASI-Eksklusif.
Kenapa 100 hari? Diyakini
bhw 100 hari pertama setelah kelahiran (atau sekitar 3 bulan), adalah masa-masa yang paling rentan bagi bayi dan ibunya. Ini adalah masa survival tahap awal, dimana
tidak boleh keluar rumah, tidak boleh dikunjungi tamu, semuanya dengan maksud
agar mereka tidak mudah tertular penyakit dari luar, dan ortu bisa fokus urus
bayi. Itulah sebabnya menurut etika sosialnya, pasca 3 bulan kebiasaan bayi di
Jepang baru boleh dibezuk.
Tradisi seperti Okuizome
(100 hari bayi) selain di Jepang juga banyak dilakukan di beberapa negara lain
seperti China, Taiwan, Hong Kong, Korea, Singapura, dan beberapa di Vietnam,
Myanmar, Nepal, Mongolia, dll walau dengan nama, sebutan dan variasi kontekstual
yang berbeda.
Okuizome di Jepang telah
dilakukan sejak Era Heian, 794-1185, saat puncak kekaisaran Jepang berada di
Kyoto, dimana saat itu juga terjadi akulturasi nilai-nilai antara Budhisme, Taoisme,
dan kultur China lainnya. Sejarahnya kenapa saat itu tradisi Okuizome digalakkan
orang-orang intelek/berpengaruh di jaman itu, karena saat itu dilatari-belakangi banyaknya
kasus bayi yang kelaparan dan kekurangan gizi. (https://en.wikipedia.org/wiki/Heian_period).
Menu pada tradisi Okuizome yang
cukup popular al: Sekihan (nasi kacang merah), Nasi Takikomi
(nasi yang dibumbui kecap, sayur, daging, atau seafood), Nasi Takenoko (rebung),
karena rebung tumbuh sangat cepat (orang tua berharap agar kelak bayi tumbuh
sehat seperti rebung). Sup Osuimono, adalah sup kaldu bening dengan Ikan. Ini berasal
dari kata "Suu" yg artinya menghisap, maksudnya semoga bayi minum
susu dengan baik. Atau Osuimono kuah bening Kerang, dimana cangkang kerang selalu
berpasangan, maksudnya agar kelak bayi dapat pasangan hidup yang tepat. Juga ada
umeboshi (buah plum kering) yang dimaksudkan agar kelak bayi akan hidup sampai
tua, sampai keriput.
Selain tersedia beberapa menu makanan, dalam tradisi juga tersedia Batu-batu
Kecil yang ditempel ke bibir bayi sesaat. Batu-batu kecil ini sebagai simbol dan
harapan agar kelak gigi-gigi bayi kuat seperti batu. Selanjutnya untuk informasi lebih jauh tentang Okuizome, silahkan browsing berbagai sumber sendiri
ya…
|
Menu umum Okuizome |
TUMPENG SELAPANAN-JAWA
Kalau di Jepang dikenal
Okuizome, di Jawa dikenal dengan istilah Selapanan, yaitu 40 hari pertama
setelah kelahiran. Ini adalah masa yang rawan/rentan bagi si bayi dan ibunya,
atau biasanya dihubungkan dengan masa nifas ibunya, masa pemulihan rahim ibunya,
masa rentan bagi si bayi dalam penyesuaian dengan alam sekitar setelah keluar
dari rahim, dan itulah sebabnya di Jawa ada istilah syukuran Selapanan Bayi dengan
Tumpeng Nasi Kuning setelah hari ke 40 pasca kelahiran.
Tradisi atau upacara selamatan bayi pada usia selapan (40 hari) ala Jawa biasanya dilakukan dengan banca’an nasi kuning tumpeng. Tumpeng, adalah nasi yang disusun dalam bentuk kerucut. Kerucut itu melambangkan kerapatan jari-jari tangan yang selalu ingat Tuhan dan selalu menyembah kepada Tuhan. Nasi berwarna kuning adalah warna keagungan/kebesaran. Kata “Tumpeng” berasal dari singkatan Bahasa Jawa “yen wis metu, kudu mempeng” (kalau sudah keluar, harus berani sungguh-sungguh). Artinya Ketika sudah keluar/terlahir, harus dijalani dengan semangat, yakin, fokus, dan gak mudah putus asa.
Nasi Tumpeng ala Jawa juga
dilengkapi berbagai lauk-pauk, yang semuanya merupakan simbol dengan berbagai
makna dan harapan, seperti:
(1). Ayam Jago Utuh (disebut
ingkung). Dibunuhnya ayam jago melambangkan sifat2 keburukan ayam jago
(seperti: sok jagoan, maunya menang sendiri, selalu berkokok/sombong, sifat tidak
setia) agar dikubur total. Artinya ini merupakan harapan ortu terhadap sifat-sifat bayi kelak.
(2). Ikan Lele Goreng,
melambangkan ketangguhan yang sanggup hidup dalam situasi sesulit apa pun,
walau tanpa air mengalir, walau hidup di dasar lumpur kolam/sungai. Agar kelak bayi bisa tangguh.
(3). Ikan Teri/Ikan
Pethek (Gereh Pethek). Ikan ini hidupnya di laut dengan cara bergerombol, melambangkan sifat sosial,
kebersamaan, kerukunan, bersanak. Agar bayi kelak bisa bersosial.
(4). Telur Rebus Utuh, tidak
didadar, dan untuk memakannya harus dikupas secara hati2 terlebih dahulu,
artinya melambangkan ajaran Jawa tentang: “Tata,
Titi, Titis dan Tatas”, yang berarti etos
kerja dalam hidup agar selalu terencana, teliti, tepat berperhitungan, dan menyelesaikan
secara tuntas.
(5). Sayur Urap (sayuran yang ditaburi sambal bumbu parutan
kelapa). Bumbu Urap berarti “Urip Iku Urup” (hidup itu menyala, artinya hidup
harus membuat kehidupan). Sedangkan macam-macam sayuran meliputi: Kangkung
berarti jinangkung yang berarti melindungi, Bayam (bayem) berarti ayem tentram, Taoge/kecambah
yang berarti pertumbuhan, Kacang panjang berarti pemikiran jauh ke depan, Kluwih
berarti linuwih atau bayi diharapkan mempunyai kelebihan dibanding lainnya, dll.
|
Tumpeng Selapanan untuk Hibki di Tokyo |
Untuk informasi lebih
lanjut tentang Selapanan dan berbagai variasinya, silahkan browsing sendiri ya…
Baik OKUIZOME (Japanese) maupun SELAPANAN (Javanese) pada prinsipnya
bermakna/bertujuan:
- Acara pengucapan syukur atas telah lahirnya seorang anak
manusia yang baru (bayi), sekaligus acara silaturahmi antar sanak-saudara terdekat terkait kelahiran bayi tersebut.
- Pengharapan kebaikan (dengan berbagai simbol) kepada TYME untuk
kehidupan bayi kelak.
Amalgamasi (perkawinan antar bangsa/budaya) bisa saja menghasilkan
Akulturasi (percampuran budaya antar bangsa). Latar-belakang, sejarah, dan kultur
manusia bisa saja berbeda-beda, dan tentu berbeda pula cara-caranya berekspresi dalam
pengucapan syukur dan berpengharapan.
Sepertinya terlalu dini untuk mengatakan bahwa tradisi Okuizome (ala
Jepang) yang digabung dengan Tumpeng Selapanan (ala Jawa), sebagai Akulturasi. Yang jelas, fakta itu terjadi dan dilakukan dalam acara syukuran 100 hari kelahiran cucu Saya,
HIBIKI, di Tokyo awal bulan ini. Apa pun itu, jika tujuannya demi kebaikan bersama umat
manusia, menurut Saya OK sajalah.
Berikut ini adalah karya Seni Bakar (Sekar) dari Anjani Gallery
untuk cucu kami HIBIKI (響):
|
Stereograf 3-D dan Bonggol Kayu
|
Pyro_Stereo_graphy,
yaitu campuran antara kaligrafi kanji dengan berupa pirografi dengan design stereografi. Stereografi
adalah gambar yang berbentuk 3-dimensi. Cara melihat gambar 3-D yang ada dalam
tulisan kanji Hibiki tersebut adalah : Fokuskan titik pandang Anda di depan layar
sejauh sekitar 5 cm, lalu tarik focus pandangan Anda maju atau mundur dari layar,
sampai akhirya ketemu gambar 3-D nya. Jika Anda bisa menemukan, Anda akan
melihat gambar berbentuk HEART (hati) di dalam tulisan kanji Hibiki ini. Jika
Anda tidak bisa menemukan, bisa jadi Anda mungkin sedang mulai mengalami gangguan mata “Silindris”.
Selamat mencoba menemukan 3-D.
|
Pyro_Stereograph HIBIKI, original product of Anjani Art Gallery
|
Beberapa contoh gambar stereograph bisa dilihat berikut ini (untuk latihan mendapatkan gambar stereograf di dalamnya):
|
Stereografi berbentuk hati |
|
Seterografi berbentuk hati
|
|
Stereografi berbentuk bintang
|
|
Stereografi berbentuk bintang |
Informasi lebih lanjut tentang Stereografi, Pirografi, Yakisugi, Wood burning art, silahkan kntak ke Anjani Art Gallery.
Salam Pirografi Indonesia
AAG/Okt-2020